Kamis, 30 September 2021

Retensi Urin Pasca Melahirkan

Gimana rasanya retensi urin? Gak enak banget ya Allah. 

Momen ketika aku dipasang kateter setelah melahirkan membuatku sadar bahwa selama ini kurang bersyukur banget sama nikmat dan anugerah dari Allah. Bisa pipis mengeluarkan urin dengan normal itu ternyata salah satu nikmat yang sangat besar.

Pagi-pagi pasca melahirkan, urinku di cek perawat ternyata ada 900 ml residu urin yang tersimpan di kandung kemih which is terlalu banyak. Seharusnya residu urin kurang dari 200 ml. Ternyata aku di diagnosa retensi urin. Sehingga harus diterapi dengan kateter. Buat yang belum tau, kateter itu selang yang dipasang di tempat pipis. Dalam kasusku saat itu aku ngga ngerasa pengen pipis jadi pas mau pipis urinnya keluar gitu aja lewat selang dan nggak kerasa.

Ketika dokter visit jam 10 pagi, aku langsung sibuk tanya penyebab retensi urin. Dokter bilang otot kandung kemihku cidera karena terlalu lama mengejan saat melahirkan malamnya sehingga butuh diistirahatkan. Kondisi retensi urin umum dialami pasien setelah melahirkan dan bukan hal yang harus dicemaskan berlebihan. 

Meski dokter bilang tidak perlu cemas, tetep aja aku cemas. Seharian gelisah dan agak sedih. Bayangan bisa bebas berkeliaran setelah melahirkan normal lenyap berganti dengan sedih karena gak nyaman bebas bergerak. 

Sebenarnya dokter bilang, aku boleh aktivitas seperti biasa. Tapi sebebas apa kalo ada selang yang dipasang di bagian bawah dan ada urin yang ditampung di kantong. Menyedihkan. 

Setelah seharian kalut dan sedih, aku lelah. Aku memilih untuk mencoba menerima kondisi dan semangat. Okelah Bismillah. Insya Allah cepat sembuh. 

Dokter memberikan instruksi untuk hari ke empat penggunaan kateter, aku harus menjalani training. Jadi selang di kateter ditekuk dan diikat menggunakan karet. Kalau kita merasa ingin pipis, karetnya dilepas dan biarkan urinnya mengalir di kateter. Setelah aliran urin berhenti, kateter diikat lagi. 

Kelihatannya simpel ya. Pas praktek nggak semudah itu. Bahkan aku malah sempat bingung, ini kebelet pipis enggak ya? Ini aku masih kerasa pipis nggak ya? Ini urinnya udah berhenti belum ya? Berantakan dan nggak karuan. 

Hari ke lima, paginya aku kontrol ke RS. Aku udah ngarep banget dinyatakan sembuh dan kateternya dilepas. Sampai RS setelah formalitas cek suhu, berat badan dan ukur tekanan darah, aku diminta masuk ke ruangan dokter. Kateter dilepas, terus aku disuruh minum sebanyak mungkin. Tunggu sampai kebelet pipis, keluarin pipis di toilet, setelah itu lapor ke dokter kalo sudah pipis. Nanti ada instruksi selanjutnya. 

Aku keluar ruangan dokter dengan semangat, langsung minum air mineral kemasan 600ml sama sekalian ngembat air minum yang dibawa adekku di botol kecil 350ml. Semuanya ludes.

Di kursi ruang tunggu aku nyoba tenang nunggu hasrat ingin pipis meskipun sebenernya hati gelisah luar biasa. Tarik nafas panjang hembuskan. Rileks. Ayo dong rileks. Terus menyugesti, Bismillah, ayo kamu pasti bisa. 

Finally aku pengen pipis. Tapi rasanya agak ragu gimana gitu. Aku ke toilet dan nyoba kencing. Masya Allah kok yang keluar cuma dikit? Kok aku jadi mengejan kayak mau BAB gini? Padahal nggak pengen BAB. Tubuhku seolah maksa pengen bersihin urin sampai ngejan tapi ngga keluar.

Aku sedih. Aduh kalo nanti masih harus pasang kateter lagi gimana ya Allah. 

Aku masuk lagi ke ruang dokter. Dokter dan perawat masang kateter terus kandung kemihku dikosongkan. Terus di ukur residu urin yang barusan dikeluarkan.

"Masih 450 ml mbak. Pasang kateter lagi ya." 

Allahu akbar. Yaudahlah pasrah. 

Setelah konsultasi banyak hal aku pulang. Pola terapi nya masih sama kayak kemarin. Istirahat tiga hari terus latihan kencing lagi.

Di terapi berikutnya aku lebih legowo. Lebih tenang. Akhirnya aku boleh lepas kateter di hari ke 12. Dokter  bilang perkembanganku cukup cepat dan kasusku nggak separah kasus kasus lain yang pernah beliau tangani. 

Waktu aku dinyatakan sembuh dan kateter dilepas, sampai rumah malah aku takut kencing. Minumnya sedikit biar kencingnya dikit. Padahal harusnya aku banyak minum. Pas kecing, beberapa kali aku tampung di kantong plastik dan diukur berapa ml volume urinnya untuk meyakinkan diriku kalo aku sudah sembuh. 

Sampai ketika dua hari di rumah dan aku yakin banget udah sembuh, aku baru berani minum banyak. Nikmat sekali ya Rabb. 

Rabu, 29 September 2021

Cerita Pengalaman Melahirkan

Ada banyak hal yang membuat seorang perempuan merasa dirinya hebat. Karir, prestasi, harta. kecantikan, popularitas, and many more. Masing-masing perempuan punya standar yang berbeda. Kita tidak bisa menyeragamkannya. Salah satu hal yang membuatku merasahebat sebagai perempuan adalah hamil dan melahirkan. Memikirkan betapa manjanya aku, toleransi yang rendah terhadap rasa sakit, sifat kekanakan yang sering muncul, membuatku sering meragukan kapasitas jiwa perempuan-ku menjadi dewasa. 

Finally, tepat pada tanggal 7 November 2020 pukul 22.05 WIB aku merasakan pengalaman hebat. Kelahiran anak laki-laki lucu mewarnai hidupku setelah melalui proses panjang sejak hari Rabu 4 November 2020. Rasanya lega, tapi mungkin agak sedikit trauma mengingat prosesnya.

Aku ngga mau nakut-nakutin perempuan lain, tapi sungguh lah melahirkan itu sakit pake banget, apalagi proses melahirkanku dibantu dengan induksi obat. Kontraksi berterusan rasanya punggung ini hancur diketok palu berkali-kali. Pertanyaan yang banyak diajukan, kok bisa induksi? Bukannya kamu ini selalu hidup sehat, rajin jalan kaki, yoga, senam, bahkan di awal hamil masih sempet lari dan zumba? Bukannya kamu ini selama hamil ngga pernah makan mi instan? Bukannya suplemen boostermu banyak banget dari vitamin dokter, asam folat, kalsium, tablet tambah darah, makan kurma tiap bangun tidur, minum susu tiap hari, belum lagi minyak ikan, minyak zaitun, dan almond?

Yes, aku emang se-sehat itu pas hamil, cuma mual muntah di lima bulan pertama yang bikin aku sering nangis karena capek banget muntah bolak-balik toilet. Tapi selepas 20 minggu aku ngga punya keluhan kesehatan apapun, bahkan aku kuat jalan kaki sehari 7000 langkah, trus disambung senam atau yoga setengah jam. Terlepas dari selera makan yang aneh, nggak suka makanan yang menurutku bau kunyit dan langsung muntah kalo makan daging. Selama aku menghindari kunyit dan daging, aku benar-benar hidup sehat tanpa keluhan. Belum lagi aku sering baca-baca web pengetahuan soal hamil, melahirkan, menyusui, dari popmama, theasianparent, bidankita, dsb. Trus aku juga follow dan mengamalkan nasehat akun-akun medsos milik tenaga kesehatan dan dokter SPOG terkenal. Harusnya aku bisa melahirkan dengan gentle dan smooth kan? Eh iya, aku juga sering latihan nafas perut meski nggak terlalu mahir, tapi sungguh aku sudah confident dengan segala daya dan upayaku, sehingga mungkin Allah menegurku agar tidak terlalu percaya diri sampai melupakan bahwa takdir juga punya peran, bukan semata usaha manusia. 

 Tanggal 14 Oktober 2020 aku diminta melakukan rapid test mengingat HPL ku di tanggal 28 Oktober 2020, harapannya agar ketika aku melahirkan sebelum HPL aku bisa langsung masuk klinik dan mendapatkan tindakan dulu tanpa harus screening awal. Maklum dunia dilanda pandemi jadi agak ribet. Waktu USG sama dokter klinik dibilang, ini baik-bak aja semua kok, tinggal nunggu waktu sama disuruh sering induksi alami. Oleh bidan yang menemani dokter bertugas disuruh kontrol 10 hari lagi jika belum ada tanda-tanda melahirkan. 

Sepuluh hari berlalu, tanggal 24 Oktober 2020 seharusnya jadwal kontrolku tiba hari ini. Tapi karena males, aku milih nunda kontrol dengan harapan, ah besok juga lahir ngapain kontrol. 

Tanggal 28 Oktober 2020 lewat sehari dari HPL aku memutuskan untuk kontrol ke klinik dan 201 kata dokter semuanya masih baik-baik saja. Sarannya yaa sama aja kayak kontrol sebelumnya, coba induksi alami dan tiga hari lagi kontrol untuk memantau ketersediaan air ketuban dan kondisi plasenta. 

Tiga hari berlalu, sama sekali gak ada tanda melahirkan, kontraksi yang ada palsu doang. Ngga ada pola dan ngga berterusan. Well aku masih santai dong, cuma aku mulai agak terganggu kalo ada yang nanya "kok belum lahir?", "udah mules belum?". Paling cuma tak senyumin.

Hari Rabu 4 November 2020 pagi sampai siang jadi puncak kekesalan batin. Banyak yang chat whatsapp dan tanya secara langsung udah lahir belum, bla bla.. Mulailah habis kesabaranku, aku nangis. Malamnya aku USG lagi di klinik langganan. Dokter bilang,"Malam ini langsung minta induksi ke bidan." Aku baca tuisan dokter di buku KIA, 'Oligohydramions & Placenta gr 3'. Aku langsung ngeh. Yaa memang harus dilahirkan sih. Ketuban tinggal dikit dan pengapuran placenta grade 3. Belum lagi estimasi BB Janin sudah 3300 gr.

Yasudahlah, aku pasrah. Sebelumnya udah banya baca dan denger dari pelaku hidup langsung masalah induksi persalinan yang luar biasa sakit membuatku sedikit takut, tapi mau gimana lagi, gak ada jalan lain selain dihadapi aja. 

Aku ke bidan klinik itu dan minta induksi sesuai saran dokter. Bidannya malah bilang, " Induksi anak pertama sering gagal, jadi kalo mau induksi mending di RS yang ada OR nya sekalian, kalo gagal bisa langsung SC." 

"Kalo saya pulang dulu, trus ke RSnya besok pagi gimana bu? Ini udah malem, saya ngga ada gambaran ke RS mana"

"Wah saya gak bisa jamin ini bisa bertahan apa enggak, kalo mau malah langsung SC aja, malem ini juga saya telfonkan dokter untuk tindakan SC, nanti SCnya di RS X trus perawatan pasca SC di klinik ini, biayanya kelas 3 8.5 juta sudah all in termasuk SC"

Bentar, kok malah dagang SC sih?

"Saya diskusi dulu sama suami bu"

Jadilah aku telfon suami yang kerja di luar kota. Suami juga ngerasa ganjil, trus bilang, "udah minta surat rujukan aja, trus telpon ke RS XYZ"

Baru nutup telpon suami, udah ditanya lagi sama bidan, "gimana mbak? "

"Sebentar bu"

Gegas aku segera telpon RS XYZ. Mereka bilang, "Ke UGD aja bu, biar diperiksa bidan jaga, tapi kalau harus tindakan SC malem ini belum tentu ada dokter karena belum janjan sebelumnya. "

Klik, telpon kututup. Si Bidan nyamperin lagi. "Gimana mbak? Ini mbak kesini kalo mau lihat kamar saya. " Bidan membuka pintu kamar perawatan. " Nah, ini harganya tiga ratus ribu permalam, kalo yang sebelahnya lebih mahal lagi bu, tapi jauh lebih bagus, bla bla bla." Aku mulai sebel liat bidan yang terus promosi. Tak potong omongannya, "Sebentar bu, saya mikir dulu."

Ibuku yang nemenin aku periksa pun mulai agak panik dan terpengaruh promosi bidan. "Piye ya, SC aja gapapa ya, perawatan disini, nanti ibuk yang bilang ke suamimu."

"Bentar buk, aku mikir dulu. Batere HPku habis, aku pinjem charger perawat dulu" Aku menghampiri station perawat jaga. "Mbak pinjem charger HP"

Perawat mengangsurkan chargernya. Tak lama kemudian berbisik, "Mbak, coba ke RS Sakina Idaman aja, kemarin kakakku lahiran disana, administrasinya nggak ruwet"

Seakan diguyur air dingin, aku tersenyum mengiyakan sambil langsung cari nomor telp RS Sakina Idaman. Yaampun, sangking paniknya ditakut-takutin bidan sampai lupa ada RS yang recomended. Padahal aku udah follow sosmed RS itu, terus udah mikir-mikir mau lahiran disitu juga. 

Akhirnya aku berangkat ke RS Sakina Idaman, sampai sana langsung ke UGD, melakukan pendaftaran, diperiksa bidan jaga, mulai dari cek tensi, CTG, sampai VT terus disuruh menginap di ruang observasi VK. "Ini masih aman bu, detak jantung dedeknya masih bagus, belum masuk ke kategori darurat SC, kita akan konsulkan ke dokter kandungan dulu hasil pemeriksaan barusan. Sementara disini saja diobservasi dan diperiksa empat jam sekali. "

Jadilah malam itu aku menginap di RS. Bidan jaga RS benar-benar menepati janjinya untuk memeriksa setiap empat jam sekali. Bidan jaga juga menenangkan aku yang mungkin udah terlihat insecure parah. "Ibu yang tenang tidak usah panik agar bayinya nggak stress." Bidan jaga tanpa diminta malah ngajarin ibuku cara minta rujukan ke Puskesmas faskes 1 BPJS supaya nanti bisa melahirkan di RS dengan BPJS. 

Paginya kupikir aku nggak dapet makan, karena belum diuruskan berkas rawat inap. Ternyata abis makan nasi bungkus beli di deket RS eeh ada makanan RS datang. 

Kamis pagi tanggal 5 November 2020 Jam 11 aku resmi di rawat inap setelah administrasi selesai. Dokter langsung memutuskan untuk induksi. Induksi menggunakan obat misoprostol dimasukkan lewat vagina enam jam sekali. 

Sorenya di VT baru pembukaan 1. Induksi kembali diberikan. Aku belum kesakitan, bahkan malah kepedean. Dalam hati sombong, "Kok induksi ngga semengerikan yang diceritain orang ya?"

Malamnya induksi dihentikan karena diharapkan ada induksi alami dari hormon oksitoksin yang dihasilkan tubuh secara alami saat tidur di malam hari. 

Jum'at Pagi tanggal 6 November 2020 habis subuh, Bidan VT ulang, dan masih pembukaan satu. Induksi kembali diberikan. Punggung mulai sakit karena kontraksi yang lebih sering. Siangnya pas aku jalan-jalan untuk mempercepat pembukaan tiba-tiba ada air bening mengalir dikaki. Bidan jaga bilang itu ketuban rembes. Di VT masih pembukaan satu. Wajahku mulai hopeless. Dalam hati aku sudah sangat ingin menyerah. Kontraksi yang terasa semakin rapat tapi baru pembukaan satu. Rasanya lelah sekali. Aku udah mulai membatin, "Kalo gak bisa normal, yaudahlah SC gapapa, yang penting semua selamat."

Dokter SPOG visit hanya senyum dan berucap santai, "Dinikmati aja bu"

Induksi kembali diberikan lagi sesuai jadwal, kali ini obatnya diminum, karena ketuban sudah mulai rembes. Kalo lewat vagina lagi, dikhawatirkan obat akan mencair dan keluar bersama ketuban yang rembes.

Malamnya induksi obat dihentikan. 

Sabtu 7 November 2020 subuh, bidan kembali mengecek. "Masih pembukaan satu bu, tapi ini sudah tipis sekali. Semangat bu" Induksi diberikan lagi lewat infus. Kali ini kesombonganku mulai menguap. Rasa sakit datang berterusan. Rasanya punggung seperti remuk dihantam palu. Aku sudah nggak mau menghabiskan makanan. Minum hanya sekedarnya saja. Ilmu atur nafas mulai kacau. Kalo nggak kepikiran kasihan sama ibuku yang  menunggu, takut bayi akan stress, takut gak ada tenaga saat ngeden, aku pengen nangis dan teriak kuat-kuat. Seumur hidup, baru kali itu aku merasakan sakit yang teramat sangat. 

Setelah infus habis, bidan kembali mengecek sambil tersenyum menyemangati, "Sudah pembukaan empat bu, Alhamdulillah ayo kita ke ruang tindakan."

Aku didorong dengan kursi roda ke ruang tindakan. Aku mulai gak bisa mikir apapun. Pikiranku cuma gimana caranya bernafas dengan baik. Tanteku yang menunggu disamping bed tindakan kupeluk kuat-kuat. Jaket yang dikenakannya tak gigit. 

Aku sudah nggak tau waktu. 

Bidan masuk membawa infus baru kemudian bilang, "Keputusan dokter induksi dilanjutkan kembali dengan infus untuk mempercepat pembukaan. Semangat bu" 

Aku memaksakan diri tersenyum. 

Aku kembali memeluk tanteku kuat-kuat dan mengatur nafas. Aku berusaha menutup mulut agar tidakk berteriak dan tidak menangis. Sungguh rasanya berat sekali. 

Entah berapa jam aku menahan sakit, tiba-tiba bidan VT. "Sudah pembukaan enam bu, sebentar lagi" 

Aku mulai merasa ingin ngeden. Tanteku mewanti-wanti, "Jangan ngeden dulu, bla bla" 
Tanteku memanggil bidan jaga. Bidan memVT kembali, "Sudah bukaan tujuh bu"

Alat-alat gunting dsb sudah disiapkan. Aku gak peduli. Pokoknya pikiranku hanya berisi gimana caranya atur nafas dan menahan sebisa mungkin agar tidak mengejan. Sampai kemudian pembukaan lengkap, "Ibu, pembukaannya udah lengkap ya, sekarang ibu boleh ngeden. Kelahiran bayi tergantung kemampuan ibu mengejan."

Aku mengejan berkali-kali, sampai aku baru tahu kemudian bahwa aku mengejan hampir dua jam. Kemudian lahirlah bayi laki-laki langsung diletakkan di dadaku. Lucu sekali. 
Rasanya plong.

Dijahit 8 jahitan di dalam dan 8 jahitan luar, total 16 jahitan udah nggak kerasa. Rasanya udah kalah sakit sama diinduksi. 
Abis dijahit aku menggigil hebat. Serius gemetaran luar biasa. Sumpah itu pertama kalinya aku gemetaran separah itu.

Ternyata kata dokter itu efek dr obat bius yang disuntikkan waktu menjahit luka di perineum. Dokter langsung memintaku buat diselimuti dan diberi makan. 

Aku makan kayak orang kesetanan, padahal posisi masih bersandar bantal agak berbaring gitu. Laper banget. Maklum aku nggak makan siang. Makan pagi juga cuma dikit banget karena rasa mualnya luar biasa.

Abis makan, trus bayi udah dimandikan dan di adzani, aku disuruh nyoba duduk. Kupikir simpel, duduk tinggal duduk aja. Ternyata oleng sodara-sodara. Kepalaku seolah ringan ngga ada isinya dan serasa mau jatuh, tapi tak tahan. Alhamdulillah ngga jatuh dan aku berhasil duduk. Yes.

Begitu bisa duduk, aku diantar ke bangsal menggunakan kursi roda. Rasanya kayak orang tidak berdaya. Tapi memang iya ding, mau jalan sendiri dari VK ke bangsal juga gak sanggup.

Sampai bangsal aku langsung disuruh tidur. Badanku gerah. Rasanya lengket banget dan pengen mandi. Tapi kan udah tengah malem, well aku disuruh mandi besok pagi aja.

Paginya aku mandi, dimandikan tepatnya. Duduk diatas closet trus diguyur. You know what, karena lupa ngga bawa sampo, aku keramas pake sabun cair. Haha lucu banget. Rambutku langsung kerasa kering. Bodo amat, kalo ngga keramas aku gerah.

Setelah mandi, ada perawat dateng visit pagi untuk ngambil bayi mau dibersihkan. Trus ada perawat yang ngecek kondisiku. Aku merengek habis-habisan agar infusku dilepaskan tapi nihil. Perawat tidak mau melepas infus tanpa instruksi dan konsultasi dokter yang bertanggung jawab. 

Problem berikutnya adalah aku ditanya soal pipis. Hah? Aku baru menyadari, setelah melahirkan semalam aku minum banyak banget tapi gak ada hasrat untuk pipis.

Perawat nyuruh aku ke toilet nyoba pipis jongkok. Haha bayangin, semalem perineumku abis di jahit luar dalem, paginya suruh nyoba jongkok. Agak ngeri2 sedap, apalagi pas nyoba nekat jongkok malah yang keluar darah nifas. Huaaa.
Meski sudah berusaha sekeras jiwa, tetep aja pipisnya ngga keluar. 

Aku masih tenang. Aku ngga sadar apa pentingnya bisa pipis usai melahirkan. Kupikir, karena aku emang belum kebelet aja. 

Perawat yang nungguin aku bilang, "kalo ibu belum bisa pipis empat jam setelah melahirkan, dokter mengistruksikan untuk dipasang kateter."

Well, aku pernah lihat kakak sepupuku pake kateter pas melahirkan dengan operasi dan kupikir memang wajar abis lahiran pake kateter. Aku santai dan pasrah aja dipakein kateter karena aku belum sadar kalo ada sesuatu yang ngga beres sama diriku.

"Urinnya 900ml ya bu, banyak banget ini," perawat meperlihatkan teko berisi urin yang abis dikuras dari kandung kemihku pake kateter.

Perawat pergi setelah mengajarkan hal-hal tetek bengek soal penggunaan kateter. Menyisakan aku yang mulai gelisah. Ada yang salah nih. Aku kenapa ya Tuhan?

Featured post

Indonesia Tidak Ramah Lingkungan?

Well, aku nggak mau nambahin berita buruk. Aku cuma mau cerita soal kenyataan. Tentang negeri besar yang dulu berjuluk negeri agraris, neger...