Jumat, 08 Januari 2016

Manajemen Persepsi

Tadi siang temen saya si fauzan nulis pm (personal message) di BBM ' Peluk peluk, tak tendang seko kos ku koe dit'. Otomatis saya langsung komen 'hii homo'. Fauzan pun protes, 'kenapa kalo cowo saling pelukan langsung dibilang homo? Sementara kalo yang saling berpelukan ngga dianggap lesbi.. sah sah saja sepertinya.

Well, sebenarnya itu semua kan soal persepsi masyarakat. Persepsi masyarakat dipengaruhi oleh norma sosial yang ada di daerah setempat. Di Jogja mungkin seperti itu, di daerah lain? Belum tentu.

Perlu ada manajemen persepsi sebenarnya. Bagaimana caranya agar kita ngga langsung nge-judge apa yang kita lihat. Belum tentu apa yang kita lihat, dengar, atau rasakan adalah apa terjadi sebenarnya. Dalam jurnalistik, ada namanya cover-bothsides. 

Cover-bothsides bahasa sederhananya itu klarifikasi, cek ricek. Contoh, ada kejadian mahasiswa demo langsung di DO rektor, Seorang jurnalis dilarang untuk langsung membuat justifikasi berdasar persepsi yang berkembang di masyarakat maupun opini yang ada di otaknya. Ia harus melakukan yang namanya cover-bothsides itu tadi. Klarifikasi kepada kedua belah pihak. Apakah benar si mahasiswa melakukan demo? Mengapa mahasiswa tersebut melakukan demo? Bagaimana kronologisnya? 

Kemudian juga harus ada klarifikasi pada pihak rektor. Mengapa rektor mengeluarkan SK DO? Apa alasannya? 

Cover bothsides membuat seorang jurnalis lebih objektif dalam menilai masalah. Dalam islam sendiri sebenarnya ilmu ini sudah diajarkan Rasulullah sejak sekitar 1400 tahun yang lalu, dengan istilah 'tabayun'. 

Konsepnya sama, klarifikasi. Begitu dapet info jangan langsung ditelan mentah-mentah. Jangan langsung menuduh si A salah dan si B benar tanpa tau kronologis kejadiannya, tanpa tau alasan si A dan si B dalam bertindak. Bisa-bisa kita malah membenarkan pihak yang salah dan memfitnah pihak yang benar kan?

Lalu, bagaiman jika kita belum bisa melakukan klarifikasi? Islam mengajarkan konsep husnudzon atau berprasangka baik. Berasas praduga tak bersalah, selama belum ada buktinya yaa jangan langsung di judge dia benar atau salah. 

Persepsi juga bisa dikaitkan sama ilmu pengauditan. Saat mengaudit suatu perusahaan, maka sang auditor disarankan untuk terus bersifat skeptis. Artinya si auditor berasumsi behwa perusahaan tersebut menyajikan suatu laporan keuangan dengan wajar, namun tetap terus mencari dan mempertanyakan bukti-bukti yang mendukung asumsi tersebut. Ngga sekedar percaya tapi diam aja dan ngga nyari bukti apapun. 

So, bedakan antara persepsi kita dengan fakta yang ada. Jangan malas klarifikasi. Yuk, lebih kritis dengan manajemen persepsi. ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Featured post

Mengelola Kas Perusahaan

 Implementasi kas kecil dan kas di bank adalah bagian penting dari manajemen keuangan dalam sebuah organisasi. Sulit rasanya membayangkan se...