Selasa, 19 Agustus 2014

Posesif

"oke, " Tisa mengangguk.
Satya tersenyum bahagia. Akhirnya setelah sekian lama naksir dan diam diam suka, perempuan satu ini resmi menjadi pacarnya.

Pacar? Sebenarnya  Satya belum tahu apa tujuannya memiliki pacar. Sebagai seorang anak berusia tujuh belas tahun, Satya tergolong polos dan lugu. Bahkan keputusannya untuk 'menembak' Tisa pun hasil desakan Faris temen terdekatnya.
"Selama tujuh belas tahun kamu idup, kamu belum pernah suka sama cewek selain Tisa?" Mata Faris membulat. "Serius?"
Tentu saja Faris heran. Sebagai anak seorang anggota DPR, Satya cukup populer di sekolah. Badan Satya yang tinggi dengan berat badan proporsional ala atlet taekwondo membuatnya terlihat sangat macho. Belum lagi hidung yang mancung, alis yang tebal dan matanyanya yang tajam bak elang sering kali membuat teman-teman perempuannya selalu blushing duluan saat ditatap Satya. Hanya ditatap Satya.

"Sat, papaku telpon, tante Erin mau ke rumah, aku pulang dulu ya?" Tisa mengembalikan Satya ke alam sadar.
"Oh oke, sampai ketemu besok, sa-yang," Satya mengusap tengkuknya sendiri perlahan, gugup karena tak terbiasa mengucapkan kata 'sayang'.
Tisa tersenyum manis sebelum mengayuh sepedanya keluar dari gerbang sekolah.

Setau Satya, teman-temannya yang punya pacar biasanya mengganti nama pacar mereka dengan 'sayang'. Entahlah apa alasannya. Selain itu, teman-teman Satya juga akan menghabiskan waktu istirahat dengan makan semeja berdua dengan pacarnya di kantin sekolah. Pertanyaannya, apakah Satya bisa mengikuti gaya teman-temannya saat pacaran? Satya ragu.

Satya keluar dari gerbang sekolah. Perasaanya campur aduk antara bahagia dan aneh. Bahagia tentu saja karena Tisa ternyata juga menyukainya. Tapi anehnya Satya merasa asing dengan dunianya saat ini. Pacaran? Satya bahkan tak tau apa yang dikerjakan orang pacaran. Ah sudahlah, nanti aku tanya ke Faris. Satya menghibur dirinya.

*****

"Pokoknya enggak. Emang partner debate kamu cuma Salsa? Protes ke Miss Lia dong. Atau kamu jangan-jangan cuma pengen ngambil kesempatan berduaan sama Salsa? Ya kan?"

Satya memijit pelipisnya. Lama-lama ia merasa pusing mendengar omelan Tisa yang panjang lebar. Sebulan lagi ia harus mengikuti debat bahasa inggris sebagai perwakilan sekolah. Miss Lia sebagai guru pembimbing menunjuk Salsa sebagai partner debat nya. Sayangnya Tisa bukan membantunya tapi membuat Satya Stress. Tisa sering menungguinya latihan hanya karena cemburu dan takut Satya akan jatuh cinta pada Salsa. Padahal latihan selalu diadakan di kantor guru dan dibimbing oleh Miss Lia langsung. Kalo dinalar, mana mungkin Satya dan Salsa akan berbuat aneh-aneh?

Satya merasa sudah bersikap terlalu profesional terhadap Salsa. Demikian juga Salsa. Salsa sangat menjaga jarak dengan Satya. Tapi hal tersebut rupanya tidak cukup bagi Tisa. Ia terus menerus memandang Salsa selama latihan untuk memastikan Satya tak akan jatuh cinta pada Salsa. Posesif sekali.

*****

"Satya, mungkin kamu kaget mendapat panggilan pribadi dari bapak," Pak Ahmad, Kepala Sekolah SMA 1 menyilakan Satya duduk.
"em iya Pak." Satya mengangguk sopan.
"Maaf Satya, Bapak tidak seharusnya mengagetkanmu seperti ini"
Satya tersenyum tenang.
"Bapak ingin bicara tentang kamu dan Tisa." Pak Ahmad berhenti, mencoba menebak-nebak reaksi Satya. "Bapak tidak ingin mencampuri urusan pribadimu sebenarnya."
Satya mulai paham kemana arah pembicaraan Pak Ahmad.
"Begini Sat, Miss Lia melapor, menurut beliau kamu akhir-akhir ini terlihat kurang nyaman saat latihan debat dengan Salsa."
"Miss Lia benar Pak."
"Lalu?"
"Saya telah berjanji kepada diri saya sendiri untuk setia, sama Tisa."
Pak Ahmad terlihat geli. "Kamu yakin sama janjimu Sat? Seberapa banyak kamu tau tentang kesetiaan?"
Satya menatap pak Ahmad bingung.
"Nak, Pacaran itu tidak pernah mengandung kesetiaan. It's nonsense." Pak Ahmad menarik nafas perlahan. "Apa selama 24 Tisa terus bersamamu? Memberimu makan tiap hari? Membereskan rumahmu saat berantakan? Mencucikan bajumu?
Nak, Setia sangat sempit untuk sekedar dimaknai dengan menunggu mu latihan Bahasa Inggris. Apalagi sekedar SMSan atau teleponan tiga kali sehari. Itu akan sangat jauh jika dibandingkan dengan kesetiaan matahari menjalankan titah Tuhannya untuk terus menyinari alam semesta. "
"Tapi matahari bukan manusia, pak." Suara Satya terdengar memprotes.
"Bagaimana dengan kesetiaan Nabi Muhammad SAW? Saat Paman beliau menyuruh untuk berhenti mengajak orang kafir quraisy masuk islam apa jawaban beliau? Bahkan jika matahari diletakkan ditangan kanan dan bulan di tangan kiri beliau takkan menghentikan Nabi untuk menaati Tuhannya. Setia pada Tuhannya untuk menyebarkan islam."
Kantor kepala sekolah hening sesaat.
"Kesetiaan selalu membutuhkan banyak pengorbanan. Dihina, dituduh sebagai tukang sihir, dan macam-macam hal buruk diterima Nabi Muhammad SAW sebagai akibat dari kesetiaan beliau. Tetapi Tuhan Nabi  Muhammad, Tuhan kita, tidak pernah membiarkan pengorbanan hambaNya sia-sia. Anugerah apa lagi yang lebih indah selain dijamin masuk surga? Sungguh , Nabi Muhammad adalah sebaik-baik hamba yang setia." Pak Ahmad tersenyum tulus ketika mengakhiri kalimatnya.
"Tapi apakah janji saya untuk setia pada Tisa itu salah?"
"Apakah kamu yakin Tisa akan memberikan balasan yang cukup atas kesetiaanmu? Kamu yakin Tisa akan setia juga sama kamu?
Sat, dengan sikap Tisa yang selalu menungguimu latihan bahasa inggris menunjukkan bahwa Tisa tidak mempercayaimu. Apa kamu yakin Sat, tidak akan sakit hati ketika tidak dipercayai oleh pacarmu sendiri?"
Satya membenarkan perkataan pak Ahmad dalam hati.
"Sat, Bapak boleh tau manfaat apa yang kamu dapat dari statusmu sebagai pacar Tisa?"

Sejujurnya Satya tidak tahu apa gunanya pacaran. Selama ini Satya hanya bersikap biasa layaknya teman. Mungkin perbedaannya HP Satya semakin ramai. Mulai dari sms sudah makan belum, makan pake apa, buruan mandi, lagi dimana, sama siapa, acara apa, dsb. Belum lagi kalau Satya lupa membalas sms omelan sampai pertanyaan 'kamu udah ga sayang sama aku lagi ya?' pasti akan menumpuk di Inboknya.
Lalu manfaatnya apa? Pulsa tambah boros? Atau harus rela mentraktir Tisa seminggu sekali di kantin?
Satya rasa bukan itu manfaatnya.

*****

"Tis, kita udahan yuk?"
"Udahan apanya?" Tisa menatap Satya dengan pandangan menyelidik.
Satya menunduk. Hening. "Udahan pacarannya."
Tisa terbelalak.
"Iya Tis, kita udahan aja pacarannya. Biar nanti kalo kita nikah, Allah lebih ridho"

Entah kekuatan apa yang datang menyambar pemikirannya saat di kantor pak Ahmad kemarin hingga ia bisa mengucapkan hal itu di depan Tisa. Satya tahu Tisa pasti merasa sakit dengan keputusannya. Mungkin Tisa juga akan menangis kecewa.Tapi yang Satya tau, ada kelegaan tersendiri yang menelusup dalam jiwa saat Satya berhasil mengungkapkan itu.

Satya hanya berharap, semoga suatu saat Tisa juga akan merasakan kelegaan itu di hatinya. Soal jodoh, biarlah Allah yang mengatur. Allah punya 7 milyar  manusia di bumi, tentu mempertemukan Satya dan Tisa kembali adalah hal yang sepele bukan?

2 komentar:

Featured post

Mengelola Kas Perusahaan

 Implementasi kas kecil dan kas di bank adalah bagian penting dari manajemen keuangan dalam sebuah organisasi. Sulit rasanya membayangkan se...