Rabu, 04 Oktober 2017

Quality Leading

Kemarin sore saya abis beli bbm di salah satu SPBU ringroad selatan yogyakarta. Serius saya kecewa sama salah satu petugas perempuan yang melayani. Wajahnya jutek dan  terkesan tidak sabaran. Waktu itu antrean depan saya bahkan baru saja nutup jok motornya dan saya baru ngajuin motor udah ditanya, "berapa?"
Abis itu saya jawab, "full tapi maksimal 20 ribu"
Mungkin mbaknya dengernya 20 ribu.
Abis itu waktu tangki mau penuh dia belum ngurangin kecepatan atau tanda-tanda mau nyetop aliran bbm. akhirnya saya teriak, " Mbaaaaaakkk!!!!" and then people pada nengok secara serentak ke arah saya. Bbmnya ngeluber dan mbaknya panik menghentikan bbm. Saya sampai dibantuin ibu2 pengendara mobil sebelah saya buat negakin motor supaya bensinnya ga luber terlalu banyak.
Saat saya nutup tangki, mbaknya ngasih kembalian di tangan saya tanpa senyum, minta maaf, atau berterima kasih. Saya yang udah terlanjur emosi mendorong motor maju sambil menghentakkan kaki kuat-kuat karena marah.
Saya ngga tau ada SOP pelayanan atau engga di pom tersebut. Secara penampilan SPBU itu masih kecil dan terlihat kumuh. Minimarket SPBU bahkan udah tutup di jam saya plg kerja sekitar jam 5 sore.

Saya ngga marah membabi buta dengan membentak karena saya masih sempat mikir, "ooh mungkin saya ngasih instruksinya ribet dan ngga jelas." , "ooh mungkin mbaknya ngga denger", atau "mungkin mbaknya kelelahan sejak tadi pagi kerja outdoor gitu."

Saya ngga totally menyalahkan mbak peugas SPBU tersebut. Because many factors influence it.
Bisa jadi SPBU tersebut tetap kecil dan kumuh karena kekurang pedulian manajemen. Termasuk mungkin demi efisiensi biaya, manajemen mengorbankan karyawan. Gajinya UMR, jam kerja over. Buat orang yang ngga well educated and have no skill for doing business, mereka terpaksa mau. Kalo protes mau kerja apa? Cari kerjaan susah.
Kalo karyawan kondisinya seperti itu, akhirnya sikapnya ngga profesional, udah capek, gajinya dikit, ngga ada training atau briefing. Yasudah. Konsumen akhirnya lari ke tempat orang lain yang lebih bagus.

Soal etos kerja, kita ngga bisa disamakan dengan japanese culture masyarakatnya workaholic. Di jepang kerja 12 jam sehari itu normal, tapi kalo di Indonesia, itu udah harus diitung lembur.


Ya so far, kita jadi tau kurang lebih kenapa perusahaan nasional kita masih begitu-begitu saja,.

Pemilik perusahaan pasti mau ngasih gaji tinggi kalo kerjanya bagus dan profesional. Kita juga mau kerja profesional kalo gajinya tinggi kan? Timbal balik laah.

Kalo di ilmu marketing, kita jangan banting-bantingan harga lah, hancur. Price leading sering berujung menyakitkan. Tapi quality leading membuat bisnis kita sustain dalam jangka waktu yang lama. Awalnya costnya memang besar, tapi demi kepastian masa depan yang lebih baik, bukankah cost yang dikeluarkan banyak di awal akan menjadi investasi yang bagus? :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Featured post

Mengelola Kas Perusahaan

 Implementasi kas kecil dan kas di bank adalah bagian penting dari manajemen keuangan dalam sebuah organisasi. Sulit rasanya membayangkan se...