Sabtu, 19 Desember 2015

EVALUATION

Saya bukan tipe orang yang mellow. Dalam artian melankolis. Saya orang yang punya ego tinggi. Saya punya harga diri dan gengsi yang terkadang menempatkan saya dalam kesulitan.
Jika mencintai orang, saya bukan orang yang mudah mengungkapkannya.

Sore ini, disela-sela menunggu penilaian Laporan PertanggungJawaban UKMF KM Al Fatih FE UNY, kami para PHPI berkumpul untuk melakukan evaluasi. Muhasabah.

Muhasabah dilakukan dengan cara satu persatu PHPI berbicara dan mengungkapkan keluh kesahnya. Muhasabah bertujuan agar kami para PHPI tidak menyimpan dendam maupun luka yang tak tersampaikan.

This moment is unforgottable and out of my prediction.
I think that this forum will be a forum to evaluate one into nother and ended up with a lot of emotions.
But that's nit what i've got here.

Satu persatu dari kami malah mengungkapkan kesalahan dan kegagalan masing-masing. Berterimakasih untuk bantuan satu sama lain. Saling meminta maaf atas kekhilafan yang kami lakukan. Menyesali ketidakberdayaan kami menjalankan amanah dengan baik.

Saya merinding. Bahkan saat saya menyampaikan evaluasi diri saya sendiri saya malah tercekat. Dengan suara terpatah-patah dan tercekik di tenggorokan, saya minta maaf karena tidak memikul amanah ini dengan baik. Batin saya tertusuk sendiri. Bahkan tanpa saya sadari, saya mengungkapkan permintaan maaf kepada mas'ul dan mas'ulah dengan lantang. Berterimakasih kepada salah satu kadep yang banyak memberikan info dan keterampilan yang sangat berharga buat saya.

Hal yang kemudian ada di pikiran saya adalah, how cool this kind of evaluation, if it happen to our government. Sometimes i just think, apa sih yang ada di benak para koruptor? How could they steal people's fund? Apa mereka ngga takut sama Allah :(

Ampuni saya ya Allah :'(

Rabu, 11 November 2015

MENUNGGU

Menunggu itu bosan. Sebenernya tergantung gimana cara memanfaatkannya. Anyway, ini tulisan juga dibikin pas saya lagi nunggu. Nunggu tandatangan dari birokrat kampus untuk observasi ke sekolah. Ga sesederhana bayangan saya kemarin. Bahkan hari ini pun Bapak Admin Jurusan berhalangan hadir kabar-kabar yang beredar, ketidakhadiran beliau disebabkan karena sang istri sedang melahirkan. 
Untung saja saya masih bisa minta tolong admin jurusan lain. Tapi Allah berniat menguji saya dengan kesabaran yang lebih. Bapak wakil dekan sedang rapat dan entah sampai jam berapa. Okay saya tunggu.

Nah sambil nunggu, saya memanfaatkan waktu untuk mengembalikan buku seorang kakak kelas yang udah lama banget tak pinjem dan ga tak baca. Hehe. Maafkan saya kak.
Terus saya juga menyempatkan diri buat makan tahu bakso yang sudah saya beli di pagi hari,

Abis itu saya ngobrol ngalor ngidul sama pak ketua kelas soal rencana untuk mengambil KKN Semester Genap. Saya juga nyempetin diri buat ngewasap temen saya yang di lain fakultas untuk gabung ke kelompok KKN.

Bolak balik beberap dosen nyapa saya, "Nunggu siapa nduk?". "Nunggu siapa mbak?", 
Hikmahnya saya jadi ngerasa sok deket sama dosen. Lah gimana, bolak balik disenyumin, disapa.Atau saya malah curiga. Jangan-jangan para dosen yang terhormat itu bosan memandangi muka saya. Hehe

Niatnya sih saya pengen nunggu tanda tangan sambil ngerjain tugas, nyari kajian pustaka, dsb. Tapi failed. Kgiatan hari  ini ga sesuai sama yang saya ekspektasikan. Membuat kepala pening dan ngga konsen. 

Oh ya, hikmah menunggu kali ini juga saya bisa ngobrol sama kakak kelas angkatan 2010 tentang sidang skripsi. Baguslah, seenggaknya itu bikin mental saya terasah dan bisa nyiapin lebih mateng lagi buat ujian skripsi saya besok. 

Ah bicara soal menunggu, apa sih yang kita tunggu saat hidup di dunia? Menunggu mati atau menunggu masuk Surga?
Kalo begitu saat nunggu di dunia kalian ngapain aja? Nunggunya udah diisi sama amal kebaikan belum? :)

Selasa, 27 Oktober 2015

Definisi Jodoh

Definisi jodoh menurut saya sangat sederhana. Jodoh itu seperti utang provisi. Jumlahnya ga jelas, jatuh temponya ga jelas kapan, dan ga jelas juga itu utang sama siapa. Aneh ya? Tapi memang itu utang provisi.

Allah menetapkan jodoh kita sejak puluhan ribu tahun lalu. Mencatatnya dengan rapi di lauhul mahfudz. Pertanyaannya, Mengapa Allah merahasiakan siapa jodoh kita?

Layaknya Allah merahasiakan masa depan, Allah merahasiakan jodoh pun pasti punya alasan. Allah ingin kita sabar. Allah ingin kita berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan yang terbaik. Maybe that's why jodoh itu sekufu, sederajat, senilai. 

Lalu bagaimana dengan istri Nabi Nuh yang kafir? Istri Nabi Luth yang ditimpa adzab? atau bagaimana dengan cerita istri Fir'aun yang jelita?

Nabi Nuh dan Nabi Luth beristrikan orang-orang yang ingkar pada Tuhannya. Sedangkan sebaliknya, Asiah malah bersuamikan orang yang berani mengaku-ngaku Tuhan. Bukankah kedudukan mereka sangat tidak sekufu?

Hanya Allah yang tahu mengapa mereka dijodohkan di dunia. Tapi yang jelas takdir manusia, jodoh, dan hidayah Allah adalah hak prerogatif bagiNya yang tak dapat diganggu gugat. Toh Paman Nabi Muhammad sampai akhir hayat juga tetap kafir kan?

Sabtu, 24 Oktober 2015

To love is to Sacrifice.

To love is to sacrifice.
Sebuah quote yang dikeluarkan berdasarkan pengalaman makhluk-makhluk sedunia dalam memperjuangkan cinta. Jujur aja yang ga saya pahami sampai saat ini, hanya untuk sebuah cinta orang rela melakukan apapun. It's crazy to see what's love do for people, but the craziest thing is to see what people do for love

Lihat, seorang ibu rela mengorbankan apapun yang dimilikinya demi melihat anaknya sukses dan bahagia. Cinta ibu pada anaknya tak kan pernah bisa diragukan. Kekhawatirannya akan keselamatan anaknya melebihi apapun. 

Saya memang belum menjadi seorang ibu. Tapi saya sudah banyaak sekali merasakan kasih sayang seorang ibu. 

Di tahun 2006, tepatnya pada tanggal 27 mei jogja dilanda gempa hebat. Alhamdulillah daerah saya ga mengalami kerusakan yang cukup berarti, sehingga saya pikir ini cuma gempa kecil. Alhasil bapak tetap mengantar saya dan adik ke sekolah seperti biasa. Jam pelajaran pagi pun berjalan seperti biasa, tapi saat tiba waktu istirahat pertama pukul 9, guru kelas empat SD datang tergopoh-gopoh masuk kelas saya dan menginformasikan bahwa sekolah akan dipulangkan lebih awal. Informasi dari BMKG yang terletak di sebelah utara sekolah bilang bahwa diperkirakan akan ada gempa susulan jam 10 pagi.

Well singkat cerita sekolah dipulangkan. Saya keluar kelas dan tercengang sejenak melihat ibu sudah menjemput  di depan kelas. Dengan wajah sedikit cemas beliau menggandeng tangan saya dan adik untuk pulang. Dengan sedikit heran, saya bertanya "Ibu kok tumben jemput aku. Ada apa?"

Ibu hanya menjawab singkat, "Jam 10 katanya mau ada gempa susulan, bahaya kalo kalian pulang sendiri."

Perlu kalian tau, jarak rumah dan SD tempat saya dan adik berseekolah kurang lebih 2 kilometer. Ibu saya rela menjemput kami berdua dengan berjalan kaki. Waktu itu di rumah saya baru ada satu motor dan itupun dipake bapak kerja. Bisa dibanyangkan, betapa berita gempa susulan rela membuat ibu saya jalan bolak balik 2 km untuk memastikan saya dan adik saya baik-baik saja. Sepanjang perjalanan ibu saya  terus berdzikir dan menggandeng saya dan adik. 

Cinta terlalu sulit untuk dipahami sebagian orang. Cinta adalah berkorban, tanpa mengharapkan apapun.

Satu quote yang saya suka,
Cinta tak pernah memandang rupa sebab jika begitu, bagaimana caramu mencintai Tuhan yang tak berupa?

Jumat, 09 Oktober 2015

Women; Dreams, Career, and her Obligations ^^

Sebenernya ini Topik ini pernah saya tulis di facebook saya judulnya women dreams.

Saya perempuan, saya individu yang berpendidikan. Bohong kalo saya bilang sya ga punya mimpi dan berbagai cita-cita. Bisa diliat di bio saya waktu kalian buka blog ini. Saya pengen jadi profesor, CA, CFA, author, enterpreneur, wife, and mother. Kalo dipikir, saya butuh waktu berapa tahun untuk,mencapai semuanya?
Untuk jadi profesor, saya harus menyelesaikan S3 BERARTI BUTUH KURANG LEBIH 6 TAHUN LAGI. Buat menyelesaikan CFA paling tidak butuh 3 tahun, CA juga sekitar 4 tahun. Artinya saya paling tidak butuh waktu sekitar 13 tahun lagi setelah lulus s1 untuk mencapai gelar-gelar akademik dan profesi yang bergengsi itu.

Selama 13 tahun itu, bukankah saya juga harus menikah?
Ditinjau dari sisi kesehatan dan psikologis, seorang wanita hanya punya rentang waktu sekitar 15 ytahun untuk menikah dan punya anak. Usia ideal seorang wanita untuk melakukan kedua hal tersebut adalah antara 20-35 tahun.

 Semua wanita punya naluri tersendiri untuk menjadi ibu. Bagaimanapun juga saya punya sisi biologis yang wajar kan? hellow gue normal.

Setelah saya pikirkan masak-masak, saya sama sekali ngga nyesel kok kalo misalnya nanti ujung-ujungnya saya harus berhenti mengejar karir saya sementara untukmengurus rumah.

Taruhlah,. misal saya menikah umur  24 tahun, lalu setahun berikutnya saya hamil dan punya anak. Its okay. Saya akan istirahat dari karir saya selama sekitar 10 tahun, berarti di umur 35 tahun kemungkinan saya baru mulai untuk bekerja dan melanjutkan studi lagi.


Bukankah seorang istri tidak wajib mencari nafkah? Kalo suami sudah mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga, mengapa istri harus bersaing karir dan menelantarkan anak-anaknya?


Lalu menyesalkah saya sekolah tinggi-tinggi dan belajar banyak kalo ujung-ujungnya cuma ngurus anak?
Sama sekali tidak. Bukankah lelaki pintar tidak akan menjadikan wanita bodoh sebagai istrinya?
Bukankah anak-anak pintar dan cerdas lahir dari seorang ibu yang cerdas?
Bukankah keren kalo kita sebagai sarjana sendiri yang mengurus anak kita daripada dipasrahkan ke pembantu yang cuma lulusan SMP.

Kesimpulannya, wanita harus tau  mana kewajiban dan mana yang hak.
Membesarkan anak itu kewajiban, sementara berkarir adalah hak. Mana yang harus lebih dulu dilakukan?*jawab sendiri

Toh kalo saya di rumah saya bisa mengembangkan kemampuan nulis saya, siapa tau selama10 tahun mengurus anak di rumah bisa sambil nulis, jualan online, atau jadi trader biar otak tetep terasah dan ngga karatan. Keren kan

Hei dedek baby, apa kabar? :D

*Saya belum nikah dan masih labil, ^^

Senin, 05 Oktober 2015

Malas

Pagi ini aku sok selo. Meluangkan sedikit waktu untuk menulis di blog. Di awal oktober, aku menargetkan untuk meng-update blog ini tiap hari. Ga yakin sih ada yang baca apa engga. Tapi maksud dan tujuankku sederhana kok. Cuma pengen mengasah keterampilan nulis dan bercerita. Takutnya kalo ga diasah tiap hari ntar ilang sendiri. Kata banyak orang bijak, otak dan skill itu sebelas dua belas setengah sama pisau, makin lama ga dipake bisa karatan. 

Well, itu opening yang cukup garing. Entah kenapa hari ini aku malas sekali untuk mengurus bagian hidupku yang lain. Aku berusaha menyemangati diriku. Ayolah, hidup ini cuma sekali, kamu harus ngelakuin sesuatu yang berarti, yang bikin kamu dikenang sama manusia sepanjang hayat. Kayak Shakespare yang terkenal sama romeo-julietnya, newton terkenal dengan hukum gravitasinya, thomas alva edison terus dikenang berkat lampu pijar tinggalannya. Bahkan makhluk terlaknat sejagat raya yaitu setan dan iblis pun terkenal dengan daya hasutnya yang memukau. Kamu? Masa ga punya sesuatu yang dibangggakan?

Kalian pernah kan merasa malas sepertiku? Nobody's perfect

Sebenernya untuk menghilangkan rasa malas itu cuma butuh sedikit tekad dan gerakan. Kadang pas malem-malem waktu belajar aku ngerasa males dan cuma tidur-tiduran mainan HP ga jelas mau ngapain. Nah, pas timbul tekad untuk belajar di dalam hati, terus kamu langsung matiin HP dan duduk, maka sejenak kemudian malasmu bakal ilang. Tapi kalo kamu cuma diem, yaa akibatnya sih jelas. Malah ketiduran. :D

Sudah ya? Aku lagi males cerita banyak. Daah 

Sabtu, 03 Oktober 2015

Awkward Student, Awkward Moment, Awkward Part of Me

Pernah ngerasain awkward moment pas di kelas? Aku pernah. Menurutku, awkward moment itu pas kita lagi asik ngobrol sama temen, tiba-tiba ditanya sama temen yang presentasi. Kalo bisa jawab sih mending, kalo ga bisa jawab, bukan awkward moment lagi namanya, tapi what the hell moment -_-

Jangan salahin aku kalo nyebut kayak gitu, masalahnya bener-bener keki banget digituin. Mau nyalahin siapa coba? Nyalahin yang nanya? Ga keren banget sih, kan salah kita sendiri juga yang ngga merhatiin. 

Kejadian itu sempet aku alami pas kuliah akuntansi internasional. Kuliahnya pake bahasa inggris dan kebetulan aku udah baca dan udah merhatiin presentasi. Di sesi question and answer, aku malah curhat sama pak ketua kelas soal cowok. *ini memalukan* Sebagai tembahan info aja ya, pak ketua kelas adalah satu-satunya spesies laki-laki yang menghuni kelasku. Walhasil dia udah biasa dicurhatin sama anak buahnya yang semuanya berjenis kelamin perempuan. Termasuk aku. Buat aku, pak ketua kelas adalah  informan penting soal dosen, tugas, dan karakter para cowok. Termasuk untuk tau apakah cowok itu berbohong atau tidak saat bilang 'i love you'. *halah ra penting*

Nah, untung saja perempuan sepertiku diberi kelebihan multitasking indera oleh Allah yang maha baik. Meskipun lagi curhat sama pak ketua, aku sempat mendengar pertanyaan tentang perusahaan international expertise. Sementara teman-temanku sedang sibuk googling sana kemari, aku makin hanyut sama suasana curhat paling oke dengan pak ketua. *ini ga patut ditiru, okay?*

Tiba-tiba temanku yang sedang presentasi bilang, "Maaf kami belum bisa menjawab pertanyaan tentang contoh perusahaan international expertise, mungkin mbak mutia bisa membantu."

Aku gelagepan. Rasanya persis kayak orang yang kepalanya dimasukin ke air secara mendadak. Ruang kelas hening sejenak. Berpasang-pasang mata menatap penuh rasa ingin tahu ke arahku. Maklum, jawabanku saat di kelas terkenal nyleneh, aneh, dan kadang abnormal. Entah kenapa teman-temanku suka sekali pas aku jawab pertanyaan orang. 

Aku membenarkan posisi duduk dalam waktu dua detik. Menegakkan punggung ala-ala mahasiswa paling pinter di seantero UNY. *ini lebay* Lalu berdeham sebentar. 

"Kalo international expertise di dunia nyata saya sih ngga tau. Tapi kalo di novel, cerita fiksi, saya malah tau." Teman-temanku tertawa. Maklum, aku terkenal sebagai sosok yang suka membaca novel dan menonton film. Efeknya? Aku jadi suka berfantasi. -_-

"Di novel Indonesia Incoporated, karya Zaynur Ridwan disebutkan ada perusahaan internasional yang tugasnya melakukan negosiasi dan konsultasi bisnis namanya Energy. Perusahaan ini di bayar sangat mahal. Termasuk disitu diceritakan, ketika kita menemukan tambang emas atau tambang apapun itu yang nilainya besar, maka perusahaan asing akan berlomba-lomba untuk memenangkan hati pemerintah agar bisa dipercaya untuk mengolahnya. Mereka memakai perusahaan yang bernama Energy itu untuk melancarkan negosiasi alot dengan pemerintah dan kadang sengaja digunakan untuk menekan dan mengintimidasi para pejabat pemerintah yang haus uang dan kekuasaan. 

Atau bisa jadi, perusahaan international expertise itu berupa individu-individu yang bersertifikasi internasional seperti CA holder, CFA holder, CWM holder, dan sejenisnya. Bukankah dengan memiliki sertifikat semacam itu kita bisa melenggang ke ranah internasional? Perusahaan-perusahaan  akan meminta saran pada kita. Tentunya, kita juga diijinkan untuk menjadi konsultan mereka. Itu sih yang pendapat saya." Aku mengahiri uraianku. 

Pandanganku menjadi lebih terang. Jelas aja, tadi itu awkward moment yang lumayan menguntungkan. Karena meski aku ga bisa jawab, tapi aku bisa ngeles dengan bahasa yang rada ilmiah. Lagian dosenku juga tidak menyalahkan pendapatku kok. Beliau malah mengangguk-angguk setuju. It is awesome. Isn't it?

Bakso Rasa Sayur Sop

Sepulang dari kampus rasanya lapaar sekali. Perut mulai mengeluarkan suara kriuk-kriuk tak beraturan. Sampai rumah ternyata ibu belum masak. Tia merasa maklum, bagaimanapun juga ibunya sibuk mengajar seharian. Di dapur ada seplastik bakso yang belum dimasak. Bayangan bakso panas dan pedas mengganggu benak Tia yang sedang keroncongan.
"Bu, ini baksonya ga dimasak?" Tia sengaja memancing ibunya dengan pertanyaan.
"Yaudah situ, masak aja sendiri gapapa"
Tia terlonjak senang bukan kepalang. Demi apapun yang ada di dunia, ibu nya adalah orang yang sulit untuk mempercayakan masakan kepada anak gadis tertuanya. Beragam ketidak-beruntungan telah dialami Tia di ranah masak-memasak. Mulai dari oseng kangkung keasinan sampai tempe goreng yang gosong. Mungkin Tia diciptakan bukan sebagai perempuan yang ahli dalam bidang masakan.
Tia mulai mengupas bawang, lalu menumbuknya halus bersama-sama dengan garam.
"Hm, masak bakso kan gampang, cuma bawang, garam, sama merica. Sejenis masak sayur sop kan?" Tia membatin sendiri, mulai sombong. Berlagak ala chef terkenal sedunia.
Air yang direbus Tia mulai mendidih. Segera saja Tia memasukkan bumbu yang barusan ditumbuknya ke panci. Tak lupa tia menuangkan merica bubuk. Sayangnya belum lima detik merica itu masuk ke panci Tia sudah menjerit.
"Aaaaaa kebanyakan merica."
Musnah sudah senyum sok-sok an yang ditunjukkannya sejak tadi, berganti dengan cengiran khawatir akan kepedasan merica. Eh maksudnya 'kepanasan merica' mulai membayang di lehernya.
Meski begitu, Tia tidak mengurungkan niat untuk tetap memasukkan butiran-butiran unyu bakso kedalam panci.
Sesaat kemudian, bakso sudah matang dan siap dinikmati.
Takut-takut Tia menyendok kuah bakso.
"Ga ada rasanya." Gumam Tia pelan. Segera Tia memanggil bapak yang kebetulan lewat.
"Pak, ini ada rasanya engga?"
Mata Tia membulat penasaran saat bapak mencicipi kuah bakso. "Ada sih, tapi kurang." Bapak berkomentar ringan.
Tia menyendok sedikit garam. Kemudian ditambahkan ke dalam panci sambil menyalakan kompor. Bapak berkomentar. "Ngapain kompornya dinyalakan lagi? Diaduk saja sudah cukup kan? Garam itu langsung cair kena air nak"
Tia nyengir dan menepuk jidatnya sendiri tanpa rasa berdosa. Lalu mencicipi kuah bakso ulang.
"Kok rasanya kayak kuah sayur sop ya, Pak? Kok beda sama kuah bakso yang dijual di warung-warung?"
"Mungkin karena kamu ga pake kaldu."
Kesadaran merembet ke otak Tia secara mendadak.
"Ah iya yaa... di penjual bakso kan kuahnya biasanya dikasih tulang sapi, buat kaldu."
Adzan magrib sayup-sayup mulai terdengar. Pertanda Tia harus shalat dulu dan menunda hasratnya untuk menikmati bakso rasa sayur sop masakannya.

Jumat, 25 September 2015

My Life Tenses?

Udah lama banget ga nge-blog. Entah kenapa inspirasi yang biasanya datang lancar kali ini rada macet. Sebenernya ini saya juga lagi ga ada inspirasi, tapi yaa dipaksain aja buka blog. Kali aja pas ngetik nemu inspirasi. haha.

Nah, biar blog saya rada kekinian kayak blog-blog temen-temen saya. Kali ini saya mau ngepost beberapa foto deh. Yaa sekedar buat cerita aja. Saya lagi kepikiran buat ngebahas tenses hidup saya. How i pass my past, face my present, and prepare my future.


Itu foto saya pas SMA kelas 2. Pas itu saya menjabat jadi Bendahara Umum PR IPM SMK Muh 1 Wates (Ben ketok keren). Anyway itu foto diambil pas kita jadi panitia kemah untuk siswa kelas 1 SMK. Masa lalu saya cukup alay ternyata. Bisa diliat lah dari gaya saya pas foto. Dengan muka yang kurang trkondisikan, saya milih pose melet dengan tangan menengadah ke atas. Entah apa itu maksudnya. Kayaknya sih dulu saya mau ikut-ikutan cherrybelle tapi gagal.

Ga terasa foto itu jadi memori 3 tahun yang lalu. Many things change in 3 years. Purwitaningsih baru saja melahirkan Naura, si beautiful baby girl. Desi berjuang dengan kuliahnya di UAD, Luthfi kuliah di Sulawesi yang nun jauh disana. Eva? Hmm dia tahun ini jadi mahasiswa baru di jurusan manajemen UPY. Putri? Dia sedang mengandung dedek bayi pertamanya.

Saya seneng aja ngeliat temen-temen saya sekarang. Mereka telah memilih jalan hidup masing-masing. Semoga kita semua bahagia yaa menjalani hidup pilihan kita :)


This photo is taken a years ago, when i became a comittee of Daurah Mar'ah Shalihah. Rasanya bener-bener takjub dan bahagia aja. Dulu saya ngimpi pengen jadi mahasiswa UNY. Bahkan di dreamlist saya waktu itu saya tulis kalo saya pengen masuk UNY. Meski begitu, karena saya sadar kemampuan akademik dan finansial yang saya punya, dulu saya cuma berani nulis D3 Akuntansi. Tapi Allah emang maha penyayang. Allah itu maha Baik, saya dikasih lebih. Ga cuma D3, saya berhasil masuk S1 Pendidikan Akuntansi.

Oya, balik lagi soal Daurah Mar'ah Shalihah. This event is annually conducted by UKMF KM Al Fatih FE UNY. Daaaaan tahun ini saya jadi sie PDD lagi kayak tahun kemarin. Actually, i don't understad why my friends very believe in me as a PDD. In fact i can't make a design. Yaa kelemahan saya yang paling menonjol ya itu. Ga bisa ngedesain, ga bisa nggambar. Ngenes banget yaa?


Banner itu yang ngedesain Shilvina, temen satu departemen saya pas di Media Al Fatih. Mana gitu saya kacaukan lagi. Seharusnya font yng dipake bukan itu. Duuh maap shil.

Nah, saya ga kepingin bisa desain atau gambar, karena saya sadar itu bukan bakat saya. Saya pernah belajar soal itu, tapi kalo namanya udah usaha tetep ga bisa berarti emang takdirnya ga bisa kan? -,- Syediiih. 

Btw, karena orang yang saya tungguin udah dateng (bendahara SMA) maka saya pamit undur diri yaa? Someday I'll tell you about my preparation for my future. Dadaaaah.



Sabtu, 12 September 2015

Economic Imbalances

Sekitar dua hari lalu saya datang ke sekretariat Al Fatih FE UNY. Kebetulan banyak orang yang sedang merapikan buku dan membuat database buku Perpustakaan Al Fatih. Iseng saya ngeliat-liat buku yang berserakan di lantai berlapis karpet abu-abu. Ga sengaja saya nemu majalh Forbes Indonesia edisi Mei 2013 dengan cover pak Hatta Radjasa yang waktu itu menjabat sebagai menko perekonomian. Bahasan utamanya mengenai MP3EI. Sebagai mahasiswa FE saya ga asing sama istilah itu. Apalagi saya udah ngambil mata kuliah Ekonomi Kerakyatan.

Dibuka-buka ternyata majalahnya lumayan menarik buat saya. Pembahasan soal duit, kekayaan, dan iklan-iklan prestigious apartment bikin ngiler. Siapa coba yang ga seneng liat bangunan-bangunan mewah dengan fasilitas lux.

Majalah Forbes sudah pindah ke tas saya, dengan minta ijin sama anak-anak Al Fatih tentunya.
Sampai di rumah, pembahasan dalemnya bikin saya melongo. Keren banget. *Keliatan banget gue ga pernah baca majalah bisnis -,-

GDP per capita Indonesia di tahun 2013 cukup memprihatinkan, cuma sekitar $ 4,200 pertahun sedangkan Mercedes-Benz Indonesia (MBI) menikmati penjualan 5,300 unit atau naik sekitar 58% dari tahun sebelumnya. How can it be?

Bukankah aneh sekali, dengan penghasilan setahun hanya $ 4,200 dollar atau setara dengan
Rp 58.800.000* pertahun bahkan ga cukup buat beli mobil murah seperti Agya, Ayla, dan semacamnya.

This condition shows that our economic imbalances is very poor. Ada yang setiap hari cuma sanggup beli makan dan minum tokk, ada mahasiswa yang rela ngirit makan indomie tiap hari, ada pengamen yang di jalan-jalan, tapi ada juga yang mampu beli mobil mewah seharga milyaran rupiah tiap tahun, ada yang tasnya 150 juta rupiah, ... Ada.

Kalo dikaitkan dengan islam, tentu ada solusinya. Yaitu zakat. Islam mengatur dengan apik bagaimana porsi zakat untuk pemilik emas yang telah mencapai nishab dalam waktu satu tahun, pemilik ternak, bahkan zakat hasil panen pertanian pun diatur.

Lalu apakah dulu zaman Rasulullah SAW masih hidup tidak ada kesenjangan ekonomi?
Tentu saja ada. Kaya dan miskin adalah suatu sunnatullah. Artinya pasti ada.
Tengoklah saudagar terkenal Abdurrahman bin Auf dan Utsman bin Affan. Kekayaannya sangat banyak, tapi sedekahnya juga luar biasa banyak. Memberi makan orang miskin, menyumbangkan hartanya untuk perbekalan perang memperjuangkan Islam. Semakin mereka menyedekahkan harta, bukannya habis. Malah Allah menggantinya berkali-kali lipat.
Tengoklah pula para ahlussufah. Mereka sampai ditampung di masjid karena tidak mempunyai tempat tinggal akibat kemiskinannya.

Economic imbalances is a Sunnatullah. Pasti ada. Pasti terjadi. Tapi setidaknya harus diminimalisir.

Minggu, 30 Agustus 2015

Merindukanmu

Kamu tau sesuatu mas? Merindukanmu adalah sesuatu yang rumit untukku.
Merindukanmu bukan hal mudah untukku.

Sekelumit rindu yang muncul bisa membawa air mataku turun. Memaksaku untuk bersujud, melepaskan semuanya pada Sang Pencipta.

Adakalanya aku letih dengan rasa ini. Cuma dengan berdoa aku melepas rasa rindu ini. Berharap Tuhan akan menyampaikan rasa ini padamu. Maaf ya aku lancang sekali.....
Tapi sungguh, aku rindu.

Kadang aku pura-pura tertawa riang dengan lelucon orang, kau tau kenyataannya aku merindukan lelucon yang keluar dari mulutmu. Merindukan ekspresi konyolmu saat merapikan poni rambut. Merindukan tatapan halusmu yang selalu rumit dan sulit kumengerti. Merindukan wajahmu yang memerah. kamu tau mas, kamu selalu terlihat tampan meski belum mandi, Hehe

Aaah entahlah. Ikuti saja kemana takdir akan membawa. Toh bertemu denganmu itu takdir. Meski menjadi temanmu adalah pilihanku, namun jatuh hati padamu benar-benar diluar kendaliku.
*gue berubah jadi romantis mendadak kayane -,-

Jumat, 28 Agustus 2015

Scared

If your dreams don't scare you, it means they're not big enough.
Sekejap kata-kata itu membuat bulu kunduk merinding. Kalo boleh saya bilang, almost everyone's scared about future. Because none of us know about it. Masa depan itu hak prerogatif Allah.

Kalo dipikir, sebenarnya kita ga perlu takut menghadapi masa depan. Buat apa takut? Sedikit mengutip kata penulis kondang Tereliye, toh daun yang jatuh tertimpa angin pun sudah digariskan takdirnya. Sudah ditentukan nasibnya oleh Sang Pengatur Alam Semesta. Buat apa takut?

Kita ga perlu takut bermimpi sebesar dan setinggi apapun asal masih dalam koridor yang dibenarkan agama. Kita boleh bermimpi, berjuang mewujudkannya, kemudian berserah diri dan berharap Tuhan akan mengabulkannya. Selama kita hanya berharap  pada Allah, yakinlah bahwa Dia tak akan mengecewakan kita. Kalaupun ternyata selama ini harapan-harapan baik kita belum di ijabah, mungkin itu soal waktu saja. Atau mungkin Allah ingin mengganti harapan kita dengan sesuatu yang lebih indah asalkan kita tetap berdoa dan bersabar.

Jujur saja, tulisan ini saya buat untuk menyemangati diri saya sendiri. Hahahaha. This note reflect my emotion for sure.  Doakan saja saya konsisten untuk terus memperbaiki diri, berjuang untuk mas depan yang cerah. Berjuang buat menggapai apa yang saya inginkan.

Kalopun akhirnya nanti saya ga bisa menggapai cita-cita saya, itu berarti garis ketentuanNya. Sedih sih, tapi harus ikhlas kan? Semoga kelak diganti dengan surga firdausNya. Manusia kan endingnya juga mati. Cara kita memlilih ending itu lah yang terpenting. Jadi orang jahat atau baik itu kan pilihan kita. Mau mati khusnul khotimah atau tidak itu kan juga pilihan.

Udah ah. Semangat (n_n)9

Kamis, 27 Agustus 2015

Selamat Memperbaiki Diri

Mengapa saya berubah?
Pertanyaan itu adalah pertanyaan yang sekuat tenaga coba saya jawab. Bayangkan, saya yang tadinya males ke dapur mendadak jadi rajin. Tadinya ga tau cara masak oseng-oseng akhirnya bisa, malah saya juga tau cara bikin lele bakar balado. Tadinya males ngerawat diri sendiri, akhir-akhir ini malah jadi rajin perawatan badan. Tadinya males-malesan belajar, tiba-tiba sekarang semangat baca buku kieso yang tebelnya bisa buat nggebuk maling.

Well, jujur saja awalnya saya ngelakuin itu karena saya jatuh hati sama seorang laki-laki. Dia laki-laki yang sangat baik, pintar, dan ramah. Belum lagi secara fisik laki-laki ini hampir sempurna. Entah saya bilang gitu karena saya suka dia atau karena ganteng beneran saya juga gatau ding. hehe.

Saya pernah baca bahwa jodoh itu sederajat atau istilahnya se'kufu'. Dalam Al Qur'an sendiri telah dijelaskan dengan gamblang bahwa laki-laki yang baik adalah untuk perempuan yang baik pula. Maka saya pun bertekad untuk berusaha keras mengimbanginya. 

Itu dulu.
Sekarang saya sadar, bahwa perbaikan yang sedang saya lakukan akan sia-sia jika hanya saya niatkan untuk mengimbanginya. Saya sadar bahwa hal-hal bermanfaat tersebut akan lebih baik lagi saya niatkan untuk Allah. Selain saya bisa jadi lebih baik, saya juga dapet pahala.

Terakhir saya pengen bilang, selamat memperbaiki diri. Hari ini harus lebih baik daripada hari kemarin, bukan? :)

Minggu, 16 Agustus 2015

Aku Memintamu untuk Berhenti......

Tulisan ini di dedikasikan untuk seseorang yang istimewa. Mungkin dia tak tau soal tulisan ini. Tapi biarlah, suatu saat dia pasti akan membacanya.

Aku meminta mu untuk berhenti memikirkan hal-hal yang menyedihkan. Karena hidup ini ga semenyedihkan yang kamu lihat.
Aku ga akan membandingkan hidupku dengan hidupmu. Karena hidup yang pernah kita alami tentu saja berbeda. Aku tak tau sekeras apa dan semenyedihkan apa hidupmu dulu. Tapi apapun itu, kita harus punya harapan dan cita-cita. Kita masih punya harapan untuk melunakkan masa depan.

Aku memintamu untuk berhenti memikirkan hal-hal yang menyedihkan. Meski lebih mudah untuk dikatakan daripada dijalankan, aku setuju sama kata-kata bang tere liye. Bahwa kita harus ikhlas, membiakan semuanya mengalir, membiarkan semuanya berjalan sesuai takdir. Seperti daun yang jatuh tertiup angin. Penerimaan yang tulus terkadang sangat menyakitkan.

Aku memintamu untuk berhenti memikirkan hal-hal yang menyedihkan. Meskipun Tuhan telah menetapkan Qada dan QadarNya, manusia masih diberi untuk menentukan nasibnya sendiri. Entah lewat usaha yang keras, atau lewat doa yang dipanjatkan sepanjang malam dengan air mata.

Aku memintamu untuk berhenti memikirkan hal hal yang menyedihkan. Mengapa tidak memasukkan saja semua pikiran bahagia ke dalam memorimu sehingga tercerabut semua pikiran burukmu.

Sekali lagi, aku hanya memintamu untuk berhenti memikirkan hal-hal yang menyedihkan. Karena hidupmu sebenarnya lebih bahagia daripada yang kau pikirkan. Jangan membuat orang-orang di sekitarmu sedih dengan pikiranmu tentang kesedihan, perpisahan, dan sejenisnya.
Kau tau? Aku selalu sedih saat kau mengatakan hal-hal mengerikan dan menyedihkan yang ada di pikiranmu. Because you shouldn't be like that.

I ask you to stop thinking the sadness thing you've ever had. I see no use in it.

Aku tak pernah memintamu untuk melakukan hal-hal romantis. Aku tak pernah memintamu untuk menjadi apa yang kuinginkan dan siapa yang kuinginkan. Because you're all that i want.
Tapi aku sungguh meminta satu hal darimu. Berhentilah memikirkan hal-hal yang menyedihkan.

Aku memintamu untuk berhenti memikirkan hal-hal yang menyedihkan. Itu akan membunuhku perlahan. Karena aku hidup dari optimisme dan pikiran bahagia yang kubangun dengan susah payah.
Tolong. Kalau kamu tak ingin melakukannya untuk kebaikanmu sendiri, maka lakukan itu untukku.
Aku akan sangat bahagia jika kamu bisa mengerti. Terima kasih.

Jumat, 14 Agustus 2015

Tekanan

Sore ini saya pengen bahas soal bagaimana sebenarnya sebuah tekanan bisa memicu kita meraih prestasi. Tekanan memang bukan dorongan yang baik. 
Bisa dibilang saya sejak kecil terbentuk oleh tekanan.
Ketika saya masih SD dulu, saya lumayan tertekan oleh aturan orang tua yang mewajibkan saya memakai jilbab ketika keluar rumah. Saat itu, teman-teman saya sibuk memakai bando dan ikat rambut boneka yang lucu-lucu. Sebagai satu-satunya siswi yang berjilbab di kelas, bohong rasanya kalo saya ga ngiri dengan kondisi itu. Saya punya bando atau ikat rambut boneka. Saya punya. Malah koleksi saya lebih bagus dari teman-teman saya. Tapi saya hanya bisa memakainya di dalam rumah, tidak bisa memamerkannya ke orang lain.
Tekanan juga datang dari teman-teman yang jahil bertanya, "yak, rambutmu panjangnya seberapa?"
atau pertanyaan "yak, kenapa sih kamu pake jilbab terus kalo keluar rumah?"

Itu tekanan pertama. Tekanan kedua adalah saya selalu ngerasa iri dan berbeda saat temen-temen saya cerita soal macam-macam sinetron dan lagu yang hits di TV saat itu. Orang tua saya 'mengharamkan' TV. Jadilah saya hanya bisa bengong saat topik pembicaraan yang ada di kelas adalah TV. Tanpa TV, saya tidak berarti kuper dan kudet. Saya justru tumbuh lebih dewasa dan mengerti kondisi sosial, ekonomi, bahkan kesehatan lebih baik dari anak seusia saya waktu itu. 
Sejak SD bahkan saya sudah membaca majalah-majalah 'dewasa' seperti Ummi, Ayah-Bunda, Risalah Mujahidin, Sabili, Swara Qur'an, dan sejenisnya.

Saya ingat betul, ketika kelas 4 SD, saya bertengkar dengan teman laki-laki namanya Hadi. Ketika guru datang, saya langsung mengadukan Hadi dengan berteriak-teriak bahwa Hadi melanggar emansipasi wanita, Hadi tidak menghargai wanita, dan sejenisnya. Padahal pertengkaran itu hanya dipicu karena Hadi tidak mau mengalah saat rebutan bangku tempat duduk. 

Kelas 4 SD, saya sering protes saat guru saya menjelaskan bab yang sama berulang kali. Saya sering protes, "Ini kan sudah kemarin pak." Guru saya dengan luar biasanya tetap tersenyum dan bilang, "Kalo semua murid langsung paham seperti Mutia yaa penak."

Beranjak kelas 5 SD, saya sudah berani berdebat pada guru saya yang kebetulan beda agama. Saya mulai tau tentang gerakan politik mahasiswa bernama KAMMI. Saya juga mulai membaca tentang perjuangan para muslimah berjilbab di tahun 2000an, Bukan hanya itu, bab kekerasan di institusi pendidikan IPDN juga saya baca. Eits, secara tak sengaja, pada masa ini saya juga tahu tanda-tanda orang hamil, termasuk saya juga membaca soal virus toxo yang menyerang ibu hamil, kemudian saya juga membaca soal hamil di luar kandungan, dsb. Meski saat itu saya ga terlalu paham pada istilah-istilah tertentu.

Saat kelas 6 SD, ranah bacaan saya meluas. Saya asik saja meminjam majalah berbahasa jawa Djoko Lodhang langganan guru saya. Beberapa kali saya ditertawakan karena menanyakan istilah-istilah jawa yang saya ga tau. Meski begitu, saya gagal mengenali bentuk wayang selain gatotkaca dan punakawan, aksara jawa saya hancur, dan nilai bahasa jawa yang tak beranjak dari angka tujuh.

Seperti saya bilang tadi, meski saya tertekan karena ga punya TV, pake jilbab sendirian, tapi tekanan itu mampu mengubah saya menjadi anak SD yang lebih dewasa. Saya selalu menang debat dengan teman-teman SD saya. Saya menjadi anak yang percaya diri. Saya berhasil menyumbangkan dua piala di atas lemari kepala sekolah. Saya terkenal. 
Mungkin cerita di atas lebay ya? Tapi boleh kok kalo kalian mau ngecek ke guru-guru dan teman-teman saya dulu. 
Hingga saya kuliah pun, guru-guru SD masih mengenali saya. "Aduh mutia, udah gede. Kuliah dimana kamu sekarang?", "Waa mutia tambah cantik ya?", "Mutia udah  perawan nih, udah gadis"
dan semacamnya. 

Oke, ini tulisan tanpa tema. Maaf ya kalo ga nyambung. Ini memang curhatan dan rada bernuansa nostalgia. haha. 

Jumat, 07 Agustus 2015

Cemburu

Jealous?
Have you felt jealous?
If you give that question to me, i'll say yes. I've known how hard  face that kind of  feeling is.

Cemburu itu rasa yang wajar dialami oleh setiap orang. Ga cuma orang dewasa. Balita pun bahkan bisa cemburu dengan caranya sendiri. Kalo kamu adalah anak pertama yang punya adek kecil. Ku kira kamu tau rasanya kan? Gimana kamu sangat cemburu pas adekmu di gendong ayah. Sedangkan ayah ga sudi menggendongmu dengan alasan, "Kakak udah gede, malu dong kalo masih minta digendong."

Cemburu itu saat temenmu lebih pinter, rangking satu terus di kelas, jadi primadona para guru. Sedangkan kita? Harus bikin masalah dulu biar diperhatiin guru.

Cemburu itu pas kamu deket sama cowok, terus cowok itu nolongin cewek lain. Belum lagi kalo misal cewek itu malah keGRan dan berusaha ikut mendekati cowok itu. Rasanya pengen banget nyakar cewek kayak gitu.

Guys, pernah mikir ga kalo Allah mungkin saja cemburu dengan kita. Saat Adzan berkumandang, bukannya kita sholat tapi malah nge Game atau malah sibuk mainan gadget. Pernah mikirin tentang hal itu? Betapa kita kadang terlalu jahat sama Allah yang Maha Baik. Allah udah ngasih limpahan karuniaNya pada kita tapi sering banget ga kita syukuri, Maafkan kami ya Rabb.

Sabtu, 01 Agustus 2015

Kebahagiaan

Actually i don't have any idea why i open my blog this morning. Tapi karena udah terlanjur buka, sayang kan kalo g nulis apapun.
Well kali ini saya bakal nulis tentang kebahagiaan. Tema ini saya comot sekenanya sesuai apa yang ada di otak saya sekarang.
Menurut saya, kebahagiaan yang dialami umat manusia itu ada beberapa jenis:

 1. Pura-pura bahagia
 Pura-pura bahagia adalah level terendah dari bahagia. Hal ini tidak pernah diinginkan oleh siapapun. Tapi kadang pura-pura bahagia harus dijalani untuk menutupi luka hati. cie.
Kalo kamu lagi di level ini, i suggest you to eat more karbohidrat and protein. Karena pura-pura bahagia itu butuh energi banyak. Bahkan saat di level ini, untuk tersenyum pun susah. Karena tiap kamu nyoba tersenyum, kamu seperti menusukkan belati ke dalam hati. Oke ini alay.

2. Kebahagiaan semu
Kebahagiaan ini saya artikan sebagai kebahagiaan sementara, yang sebenarnya juga palsu, dan sesaat. Contoh, besok saya ada UAS, tapi hari itu saya dipinjemin novel yang udah lama diidam-idamkan. Sesaat kadang  ada trade-off yang rumit dalam kepala. Pilihannya dua, belajar dulu atau baca novel?
Seringkali saya berusaha bersikap rasional untuk memilih belajar dulu, tapi otak saya menghianati kerasionalannya sendiri. Sehingga saat belajar saya malah bolak-balik ngelirik novel. Ga konsen.
Ketika saya putuskan untuk baca novel, saya sangat bahagia. Tapi cuma sementara. Lha pas UAS saya mengalami penyesalan seumur jagung :D


3. Bahagia
Saya pernah baca di tulisan kakak sepupu saya, bahwa Happiness isn't a destination. It's a journey. Yaa saya setuju sih. Kebahagiaan itu kita ciptakan sendiri saat menjalani hidup. It's depend on how we take the point of view. Heleh ~
Kalo kita ga punya duit misal, kita tetep bisa bahagia kok asal positive thinking. Anggep aja ketika kita ga punya duit itu berarti kita lagi suruh ngirit sama Allah atau bisa juga ketika kita ga punya duit itu berarti timing yang tepat buat diet :D

4. Kebahagiaan sejati
Lalu apa kebahagiaan sejati itu? Apa ketika kita nemu jodoh itu termasuk kebahagiaan sejati? Noo, it's just a little part of it. Kebahagiaan sejati bagi seorang muslim adalah ketika berhasil menginjakkan kaki di surgaNya.

Anyway, apa kabar hari ini? Kamu mengalami jenis bahagia yang mana? :D

Kamis, 11 Juni 2015

POLIGAMI? yes or no? I choose or :D

Mungkin karena saya berkali-kali diajakin bahas soal poligami sama seorang cowok songong, saya jadi gatel banget pengen nulis soal poligami. Islam memang menghalalkan poligami. Dalil yang paling terkenal ada di QS An-nisa ayat ketiga;
"Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya."
Sebab turunnnya ayat ini adalah:
bahwa Urwah bin az Zubeir bertanya kepada Aisyah tentang firman Allah وَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى , maka Aisyah berkata,”Wahai anak saadara perempuanku sesungguhnya anak perempuan yatim ini berada didalam perawatan walinya—ia menyertainya didalam hartanya, lalu walinya tertarik dengan harta dan kecantikan anak perempuan yatim itu dan menginginkan untuk menikahinya dan tidak berlaku adil terhadap maharnya, dia memberikan mahar kepadanya tidak seperti orang lain memberikan mahar kepadanya. Maka mereka dilarang untuk menikahi anak-anak perempuan yatim kecuali apabila mereka dapat berlaku adil terhadap anak-anak perempuan yatim itu dan memberikan kepada anak-anak perempuan yatim itu yang lebih besar dari kebiasaan mereka dalam hal mahar. Maka para wali itu pun disuruh untuk menikahi wanita-wanita lain yang disenanginya selain dari anak-anak perempuan yatim itu.” (http://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/poligami-dan-asbabun-nuzul-ayat-poligami.htm#.VXjy_FKyB0s)

Well, saya memang bukan ahli tafsir Al Qur'an. Tapi sepemahaman saya adalah ketika laki-laki mampu berbuat adil, maka silakan berpoligami. Kalau tidak, ya satu saja.
Masalah adil disini tidak hanya terbatas soal uang belanja, tapi juga soal waktu dan nafkah lahir batin. Contoh dalam seminggu si suami membagi waktunya 3 hari untuk istri satu, dan empat hari untuk istri dua.
Saat suami itu melebihkan jadi lima hari untuk istri dua tanpa persetujuan dan keikhlasan istri satu. Maka ia sudah di cap tidak adil.
".......maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya."
Di akhir ayat, menganjurkan monogami agar laki-laki lebih aman dari perbuatan aniaya pada perempuan.

Nah sekarang kalau alasannya adalah jumlah perempuan lebih banyak dari laki-laki?

http://www.census.gov/population/international/data/worldpop/tool_population.phpi
Laki-laki & perempuan itu lebih banyak laki-laki. Tingkat kelahirannya pun lebih tinggi laki-laki. Tapi, perlu diingat juga bahwa usia harapan perempuan jauh lebih panjang dari laki-laki.
Itulah sebabnya perempuan lebih banyak dari laki-laki. Mengapa? Banyak janda, banyak nenek-nenek yang ditinggal mati sama suaminya. Jadi kalo masnya mau poligami, silakan. Mau sama nenek saya yang udah 72 tahun? Monggo.. haha

Setahu saya, Rasulullah SAW dulu berpoligami tujuannya adalah untuk menolong janda-janda perang atau tawanan yang masuk Islam. Tujuannya untuk menolong, bukan untuk melampiaskan hasrat biologis semata.

Poligami memang diperbolehkan kalau misalnya si Istri tidak sanggup memenuhi apa yang menjadi kewajibannya kepada suami. Tapi kalo Istri bisa memberikan semuanya, mengapa masih harus poligami?
Lagian memangnya poligami itu gampang? Punya istri satu aja kebutuhannya mengerikan banyaknya, apalagi kalo dua, tiga, empat. Sekali lagi, nafkah itu ga cuma soal duit.  http://www.akhwatindonesia.com/2015/06/itu-semua-bukan-kewajiban-istri-lalu/

Bukankah si suami bisa mengkritik istrinya seenak jidat. Misalnya, kalo istrinya kurang cantik kan tinggal bilang, "Dek, kamu sekarang kok tambah gendut, diet laah say", 'Dek, kok kamu sekarang tambah item? Facial sana" "Dek, bajumu kurang seksi, kurang pendek" haha
Bukankah itu lebih baik buat perempuan daripada harus mendengar kata-kata "Dek, mas boleh nikah lagi?"
Hadeh, dunia kiamat saat itu juga, bahkan ditelan hiu parang tritis, dipungut nyi roro kidul pun rasanya lebih baik.
Saya pribadi memang ga suka di poligami. Yaa perempuan manapun saya rasa juga begitu.
Tapi poligami tak selamanya negatif, poligami menjadi solusi apabila si Istri tak mampu memberikan anak, atau istrinya punya penyakit, atau istrinya ga sanggup melayani libido laki-laki. Poligami juga saya rasa lebih baik daripada selingkuh.

Aaah entahlah,  saya bahkan belum pernah nikah.
Saya ga takut dipoligami, karena saya yakin ga ada laki-laki yang sanggup mempoligami cewe istriable dan mamaable macam saya. haha
Ini tulisan juga pendapat ngawur yang berkeliaran di otak.
Selamaat pagi, selamaat menikmati minggu tenang. :D

Senin, 04 Mei 2015

Oleh-oleh Seminar 'Peran Media dalam Membentuk Opini Publik'

Postingan ini cuma mau ngeshare sedikit ilmu yang saya dapet dari seminar tadi pagi di UMY. Tema seminarnya adalah 'peran media dalam membentuk opini publik'. Pembicara  yang dihadirkan adalah Lalu Muhammad Iqbal dari Kementrian Luar Negeri dan Ali Yasin dari Tempo. Seminar dimoderatori oleh Muhammad Ihsan alumni HI 2010 UMY. Nah, berikut adalah beberapa hal yang saya garis bawahi pada seminar tadi. Cekidot:
Ada tiga area yang sangat berkaitan yaitu:  Problem Handling, Public Opinion, dan Political Impact.
saat kita menangani masalah, maka muncul yang namanya opini publik. Opini publik yang muncul membawa dampak politik.
Ada tiga mood dalam menangani media:
1. Apabila yang terjadi adalah good case maka jadilah teman dekat media untuk menyebarkan hal tersebut.
2. Jika netral case, maka tetaplah memberi info pada mereka.
3. If the bad case happen,  cegahlah kerugian yang terjadi akibat pembentukan opini publik.
There are key principles dalam berhubungan dengan media:
1. Honesty: jujurlah pada media tentang apa yang terjadi, apa yang kita inginkan, dan apa yang kita ingin mereka lakukan. InsyaAllah mereka juga akan jujur.
2. Understand: Saling pengertian bahwa antara kita dengan media, masing-masing punya kepentingan pribadi maupun organisasi yang dibawa.
3. Treat properly and respectfully: perlakukan media dengan tepat dan hormat. Jangan kebanyakan 'no comment' because 'no comment' is the comment it self.
4. Talk: selalu bicara dengan media. Jangan dateng ke media cuma pas butuh tok.
Tips untuk menghandle media:
1. Drive them before they does. Kita harus tau apa yang diinginkan media untuk menyetir mereka.
2. Follow them. Selalu update pemberitaan.
3. Set the tone. Ini mirip-mirip poin satu diatas. Intinya atur lah media sebelum media mengaturmu.
4. Talk in their language. Jangan bicara ke mereka dengan bahasa yang bebas diinterpretasikan
Nah, itu tadi sepertinya berguna bagi para calon pejabat agar tidak disetir media.  Ga perlu 'membeli' media. That's wasting time and money.  Asal kita tau gimana cara menghandlenya saja sudah cukup.
Menginjak ke materi kedua, Pak Ali membukanya dengan sebuah quote, 'picture speaks louder than words'. Beliau kemudian menjelaskan sedikit banyak tentang foto jurnalistik. Foto jurnalistik menurut beliau, mengandung cerita bahkan tanpa harus diimbuhi dengan kata. Beliau juga memaparkan tentang prinsip-prinsip jurnalistik. Diantaranya adalah:
berpegang pada kebenaran, loyalitas pada masyarakat, selalu melakukan verifikasi atau both side cover, independen, serta terbuka pada kritik dan saran.
Sekedar info tambahan, untuk menunjang independensi wartawan dan karyawan Tempo maka 21% saham perusahaan adalah milik wartawan dan karyawan yang dikelola lewat sebuah yayasan.
Sekian share sedikit ilmu dari saya. Good night. :)

Minggu, 26 April 2015

Curhat gaje -,-

Hai, aku Tia. Usiaku baru 19 tahun. Entahlah aku yang terlalu dewasa atau memang sudah saatnya aku jatuh cinta? Aku tipe perempuan yang sering berpikir logis tentang siapa laki-laki yang harus aku cintai. Eh? Aku ga berani mengatakan ini cinta ding, karena aku belum pernah mengorbankan apapun untuk laki-laki yang aku suka. Kalian pasti bingung kan dengan ceritaku diatas? Emang udah cerita? -,- Bodo lah. Sangking galaunya aku bingung mau nulis apaan.
Lulus SMK sebenarnya aku sudah bertekad untuk mengubur dalam-dalam perasaan kagum terhadap lelaki manapun. Aku ingin kagum dengan orang yang akan kunikahi suatu saat nanti pada saat yang tepat. Aku anggap itu mudah. Dengan tugas kuliah seabrek, banyaknya rapat organisasi, dan kesibukan membantu ibu dirumah akan membuatku lupa dengan hal-hal melankolis dan menye semacam itu. Kupikir itu mudah dilakukan.
Ternyata tidak. Awal aku OSPEK, godaan itu datang. Seorang laki-laki yang sama-sama maba titip salam lewat temanku. Ganteng sih. Tapi aku mengeyahkan laki-laki itu dari pikiran dengan alasan aku ga pantas dan dia jauh diatas. Otakku menyusun list plus minusku dibanding dia dengan cepat. Hasilnya kupaksakan aku yang minus dengan tujuan agar aku ga keGRan. Lagian saat aku ketemu dia rasanya biasa aja. Dunia tetap memutari matahari dan jantungku berdetak normal. Berarti it's okay, aku ga ada chemistry sama dia. 
Semester dua dan semester tiga kulalui dengan biasa aja. Semester tiga? Tunggu. Ada yang kacau di akhir semester tiga. Aku mulai terjebak dengan senyum orang itu. 
Well, hingga sekarang aku masih ga bisa paham kenapa jantungku selalu berdetak lebih cepat saat melihatnya. Bukankah ini berlebihan? Cuma ngeliat doang. Kalo ngobrol langsung, aku ga bisa fokus apa yang aku obrolkan sama dia, kadang ucapanku malah terlihat konyol dan bodoh. Duh, mana Tia yang sering dibilang kritis dan pinter ngomong di kelas? Aku malah lebih sibuk menenangkan diriku agar tak terlalu kelihatan kikuk di depannya.
Otakku menyusun plus minusku dibanding dia. Aku berusaha berpikir logis dengan mengatakan pada diriku sendiri bahwa aku ga pantas suka sama dia. Dia jauh lebih baik dariku dari beberapa kriteria yang kupegang. Tapi hatiku terus mengelak. Aku terus berusaha mencari-cari alasan agar aku layak untuknya. Ya Tuhan.....
Contohnya, aku sering menimbang-nimbang. Laki-laki itu berkulit lebih putih daripada aku. Hatiku membantah, cinta tak memandang warna kulit. Laki-laki itu lebih pintar dariku. Hatiku ngeles, 'bukankah memang seharusnya begitu? Laki-laki itu ganteng. Hatiku bikin alibi, 'besok kalo udah tua juga jelek'. Laki-laki itu cuma lebih tua setahun dariku. Hatiku beralasan, 'Khadijah usianya lebih tua daripada Nabi SAW'. 
Sampai sekarang, aku masih ga paham kenapa aku menyukainya. Aku suka melihatnya tertawa, melihat pipinya memerah, melihatnya dengan baju hitam putih ala-ala pak guru, melihatnya garuk-garuk kepala, melihatnya menyisir rambut yang kadang dipotong mirip gondes, ngajarin aku ekonomi makro-mikro atau apaan ga jelas, teringat perdebatan-perdebatan kecil saat kita jadi panitia acara yang sama. Bahkan aku suka saat dia sekedar sms, 'kamu baik-baik aja kan de?' 
Perasaan itu kadang gila. Aku masih tak bisa paham kenapa aku nyesek ngeliat dia sama cewek lain lagi bercanda. Meski aku tau itu temennya. Tapi....
 Well, lebih baik biarkan semuanya mengalir. Menikah ga cuma butuh perasaan dan ga sekedar menyatukan dua insan yang kasmaran.Menikah itu ga sekedar nafkah, tapi tanggung jawab sampai akhirat.Menikah itu artinya siap hidup mandiri. Siap menerima kelebihan dan kekurangan pasangan. Sebelum nikah sih biasanya yang keliatan yang baik-baik. Abis nikah? belum tentu.Coba misal ternyata dia suka kentut sembarangan, atau kalo tidur ngiler dan ngorok?
Who knows?
buat cewek, menikah berarti tambahan pekerjaan. siap nyuciiin bajunya, siap nyuciin piringnya, siap masakin makanannya dia. semua peran yang biasa dilakuin ibunya dirumah tiba-tiba kamu ambil alih. tapi tergantung juga sih, kalo dia peka, pasti dia mau bantuin. hihi... *ini apaan sih?
Ah entahlah..... kalo boleh berharap, aku pengen jatuh cinta sama kamu mas,  lagi dan lagi. Berdoa semoga kelak kita dipersatukan dalam hubungan resmi dan sah menurut agama dan negara. Hubungan yang tak lekang oleh waktu sampai di surga sana. Oke ini galau berat -,- aku bahkan baru 19 tahun :D
selamat malaaaam semuanyaa... selamat sabtu malaaam... bobok nyenyak yaa... :D

Selasa, 17 Maret 2015

Insiden Sayur Kangkung

Ini adalah cerita tentang perasaan gadis belia belasan tahun yang sangat polos.
Ini adalah cerita tentang kasih sayang ibu pada anaknya.
Ini adalah cerita tentang keberanian, kenekatan, kesok-tauan yang berujung pada kelucuan.
Ini adalah cerita tentang keterampilan.
Dan ini adalah cerita tentang masak sayur kangkung yang keasinan. 


Ini cerita fresh yang baru saja terjadi beberapa menit lalu. Sederhana saja. Sepulang dari kampus, gue ngerasa kelaparan tingkat dewa. Gue berharap dengan sangat sesampainya di rumah bakal ada makanan yang bisa ditelan. Ternyata gue kurang beruntung. Ibu gue belum masak. Melihat muka gue yang menderita, ibu yang cantik jelita ini menawarkan.


"Mau makan apa? bikin mie instan aja yaa? Ibu lagi males masak"
"Ogah. Masak aja buk. Aku deh yang masak"
"Yaudah itu ada kangkung. Dimasak aja"


Seketika gue melongo. Ini kepercayaan besar sobat! Sejak gue lahir di dunia ini, Ibu gue jarang percaya soal masakan ke gue. Lo tau? Rasanya dipercaya itu seneng. Pengen jingkrak-jingkrak.


Gue langsung sibuk motongin kangkung, bawang merah-putih, cabe, dst. Dengan gaya ala-ala chef profesional, gue gerakin pisau seanggun mungkin. Tapi, hasilnya bertolak belakang dengan gaya gue. Potongan bawangnya gede dan tebel-tebel. Gue frutasi. Akhirnya sekalian aja gue cacah ga jelas, yang penting hancur tuh bawang.


Well, gue mulai masang wajan di atas kompor dan menuangkan minyak. Insiden bawang gagal tadi ga cepet membuat gue putus asa. Yey. Semua bahan udah gue masukin. Untung aja, dua detik abis gue masukin kangkung ke wajan gue liat toples garam. Reflek gue nepuk jidat. Yaa Tuhan, ini belum gue kasih garam. Alhamdulillah masih bisa disusulkan.


Bau oseng mulai menyerbak. Hmm sepertinya sedap. Gue mulai senyum-senyum puas. Ternyata gue istriable jugak nih. Eh?


Taraa. Sayur kangkung mataang. Gue ambil sendok buat nyicip. Wah gue keren juga nih. Gue mulai merancang rencana buat ngefoto sayur itu dan ngaplot di facebook, twitter, line, dan ganti DP BBM.


Sayur kangkung itu menyentuh lidah gue. Yaampun ini seksi sekali. Masakan ini bakal gue kenang seumur hidup deh. *Ini lebay*. Belum ada dua detik, kesenangan itu musnah. Lidah gue mendeteksi sesuatu yang ga beres sama sayur kangkung itu. Tiga detik kemudian gue sadar.


"Asiiiiin"




Ibu gue tanya. "Lha tadi dikasih gula engga?"
Gue menggeleng. Gue baru sadar kalo garam tiga sendok teh yang gue masukin itu rasanya asin banget.


Ibu gue sibuk ngetawain gue.
"Tempenya belum digoreng?"
"Belum. Tia kapok bu, takut keasinan lagi"


Akhirnya beliau menyodorkan mi instan. "Udah bikin omelet aja sana"
Gue nyengir garuk-garuk kepala yang ga gatel dan ketawa keras-keras.
 "Nah kalo ini aku bisa"


Hikmahnya:
Bener kata pepatah, bisa itu karena biasa. Kalo ga biasa masak ya gini jadinya. Nalurinya belum terasah.
Bener juga kata mas-nya, "Masak itu bisa dipelajari, dek"

Minggu, 22 Februari 2015

SEDIH

Pernahkah kamu merasa terasing bahkan terperdaya oleh imajinasi yang kamu buat sendiri? Yang kau angan-angankan dengan sepenuh hati? Kalo kamu pernah, berarti kamu sama sepertiku. aku merasa terasing dan terperdaya akibat kesalahankku. Aku terlalu berimajinasi dan berangan-angan tinggi tentangmu.

Dulu kamu bilang padaku. "dek, kamu harus lanjut. siapa lagi kalo bukan kamu? kalo pengen organisasi ini lebih baik dan maju kamu harus lanjut. kalo kamu ga lanjut siapa yang bakal mengubahnya? kamu bilang sendiri kan kalo kita mau mengubah sistem, kita harus masuk ke dalamnya karena percuma kalo cuma teriak-teriak di dalem."

Aku tertunduk. Memahami kata-katamu. Aku mulai berangan-angan apa saja yang akan kulakukan saat lanjut ke organisasi.
"Tapi kak, aku lelah. Aku capek."
"Sama dek, semuanya juga gitu"
"Aku ga bisa desain"
"Memangnya kakak bisa?"
"Aku minder"
"Kita itu sama-sama belajar. Tolong dek pikirkan lagi."

Organisasi itu terancam bubar. Sakit tingkat kronis. Aku merasa bersalah. Aku langsung bertindak cepat mengonfirmasinya. Karena organisasi ini adalah organisasi yang 'penting'. Kau terus memohonku untuk lanjut. Aku semakin kasihan. Aku memutuskan untuk lanjut.

Keputusanku salah. Ternyata yang berminat sama denganku tidak ada. Artinya, aku hanya berjuang sendirian untuk melawan sistem yang sudah berjalan.
Aku meraba-raba keadaan. Aku juga hanya bisa berdoa. Berlutut di hadapan Tuhan. Meminta maaf kepada Tuhan.

"Ya Tuhan Maafkan Tia. Tolong kuatkan Tia untuk tetap di jalanMu. Kalo organisasi ini baik untukku. maka Pertahankan aku di dalamnya. Kalau tidak, maka semua terserah padaMu"

Featured post

Indonesia Tidak Ramah Lingkungan?

Well, aku nggak mau nambahin berita buruk. Aku cuma mau cerita soal kenyataan. Tentang negeri besar yang dulu berjuluk negeri agraris, neger...