Ma, Aku Tak Ingin Jadi Guru

Ma, aku tak ingin jadi guru....
Jadi guru ternyata tak seindah yang ku bayangkan. Gaji yang sedikit. Jam kerja yang diforsir. Persiapan yang belibet dan administrasi yang menumpuk untuk diselesaikan.

Mamaku guru. Papaku mantan guru. Pakdeku guru, Budeku pun begitu. Om dan Tante pun guru. Simbah Utiku juga guru..

Jadi guru itu cuma dapat ucapan terima kasih. Sampai-sampai dibikinkan lagu terima kasih guru dan disebut pahlawan bangsa tanpa tanda jasa. Kalo mau menilik dari sisi idealis, seorang guru tak perlulah digaji besar. Guru itu harus ikhlas lahir batin. Mengorbankan waktu, tenaga dan pikiran demi anak didik. Demi mereka yang katanya penerus bangsa. Bangsa yang seperti apa? Koruptor, licik, dan penuh orang bejat immoral yang haus harta dan tahta? Bangsa seperti itu buat apa diterus-teruskan? Membuat mesum sejarah dunia saja.


Ma, aku tak mau jadi guru..
Artis dibayar mahal, ada yang dibayar 15 juta per episode sinetron hanya untuk berakting galak. Marah-marah. Sampai dialognya ditiru anak usia tiga tahun, "Pergi sana!!" sambil menunjuk pintu. Ada penyanyi yang dibayar 60 juta sekali tampil hanya untuk tampil sensual dengan lagu yang ga jelas maknanya apa.

Tapi guru, sudah berbusa-busa menjelaskan materi ke anak didiknya yang kadang tak tau diuntung. Diajar capek-capek malah tidur, makan di kelas, mainan HP dan nggosip sama temen. Guru sudah menyiapkan materi semalaman suntuk, Membuat RPP demi kelangsungan pelajaran di esok hari. Dibayar UMR perbulan saja udah bersyukur.

Tak hanya mengajar. Guru juga harus mengumpulkan berkas-berkas administrasi untuk pendataan, dapodik, yang nyatanya belum tampak jelas fungsinya. Apa administrasi dan tetek bengeknya itu cuma untuk memberi pekerjaan pada birokrat pengangguran di kementrian? Entahlah.

Ma, aku tak mau jadi guru..
Guru tak materialistis. Guru hanya wajib menghitung-hitung pengeluaran dan pendapatannya perbulan. Anak minta susu, papa minta pulsa, sabun untuk mandi habis, listrik belum dibayar, besok kita makan lauk apa. Guru cuma harus berhadapan dengan kenyataan yang kadang tak indah.

Aku bertanya pada mama.
Maa...Kenapa mama tetap tersenyum?
Meski digaji kecil? Meski pendapatan tidak sebanding dengan pengeluaran yang ditanggung tiap bulan?

Kata mama,
Mama bahagia melihat murid-muridnya bisa belajar. Bahagia bisa membantu para orangtua mengajar baca anak-anak mereka.

Lelah mama hilang saat menghadapi murid-muridnya. Meladeni kenakalan mereka yang terkadang lucu. Mama juga  merasa cukup bahagia karena ilmu yang dipelajari bermanfaat. Amal jariyah bukan?

Aku tergugu.. menangis perlahan. Andai hatiku setulus mama... aku pasti mau jadi guru.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEKUATAN atau KEMUDAHAN?

Mengapa (harus) ke Boarding School?

Bedah Isi Buku Positive Parenting