Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2016

Bukan Portofolio!

Selamat hari kartini! Berbicara tentang perempuan itu bicara tentang kelembutan, bicara tentang keteguhan, bicara tentang kesetiaan, dan bicara tentang investasi masa depan. Mau tak mau, suka tak suka, harus diakui bahwa perempuan itu investasi. Hal yang membedakan adalah, perempuan bisa memilih menjadi investasi yang seperti apa. Investasi terapresiasi yang nilainya selalu naik atau investasi yang terdepresiasi layaknya aktiva yang terus disusut tiap tahun? Meski perempuan adalah investasi, tak ada perempuan yang mau dimasukkan ke dalam portofolio sejenis. Misal perempuan adalah saham, maka ia tak akan senang bila dimadu dengan saham lainnya. Investor mungkin punya kalkulasi dan rumus untuk menghitung risiko dan return. Tapi, siapa yang bisa menghitung rasa sakit dan cemburu saat dimadu? Karena perasaan tak bisa dikuantitatifkan. Tak berbilang. Tak ada kalkulator yang mampu menghitungnya. Saat perempuan bilang cemburu, maka tak ada yang tahu seberapa jumlah cemburu itu. Bisa ja

Memilih Laki-laki

Laki-laki itu menang bilang duluan, perempuan itu menang milih dan nolak.  Pernah denger kata-kata kayak gitu? Saya sering sih. Kalimat itu biasanya muncul kala sedang membicarakan soal jodoh. Mulai dari kenapa jodoh yang ditunggu belum juga muncul, siapa jodoh kita kelak, sampai akhirnya bawa-bawa perbandingan keberuntungan antar gender buat mengungkapkan cinta. Bicara soal memilih, perkara itu ternyata ga segampang yang kaum adam kira, tinggal tunjuk mana yang di suka. Hellow, soal jodoh itu perkara sampai akhirat, ga bisa lah ya kalo di asumsikan milih jodoh itu kayak milih bumbu cimol, mau jagung bakar, balado, barbeque, dsb. Di berbagai kajian yang pernah saya ikuti, dimana-mana milih seorang suami itu didasarkan pada empat hal utama: agama, nasab, harta, dan kedudukannya. Ngomong-ngomong, akuntan juga punya cara lhoh buat menaksir dan memilih laki-laki impian. Caranya gampang banget, cari tau berapa present value dari beberapa laki-laki yang mau kita pilih, trus pilih yan

Prinsip Ekonomi

Kemarin sabtu, kelompok KKN saya memfasilitasi pertemuan antara takmir masjid yang baru dengan organisasi remaja masjid setempat. Setelah sekian lama remaja masjid dianggap mati suri akibat adanya konflik, pertemuan kemarin seperti memberi pencerahan dan harapan baru bagi kaderisasi remaja masjid dan kelangsungan organisasi mereka. Pertemuan di awali dengan tilawah QS. Al Fatihah, dan Al Baqarah ayat 1-8. Kemudian dilanjutkan dengan pemberian wejangan dan motivasi dari takmir masjid yang baru. Takmir masjid menekankan pentinganya membaca Al Qur'an dan menumpuk pahala dari amalan sedikit demi sedikit.  Wejangan pak takmir membuat saya berpikir tentang prinsip ekonomi, bahwa kita harus mendapat hasil yang sebesar-besarnya dengan pengorbanan tertentu. Maka, seharusnya semakin paham seseorang terhadap prinsip ekonomi, semakin banyak amalan yang akan dilakukannya. Contohnya sederhana saja. Allah tidak mencatat niat buruk seseorang sampai hal tersebut dilakukannya. Namun All

Rizki yang Tak Ternilai

Beribadah dengan sempurna dan baik itu rezeki yang tak ternilai. Bagaimana tidak, selama KKN minggu ini hal itu menjadi kata-kata yang paling melukiskan keadaan saya dan seorang teman saya. Sekitar minggu lalu, teman saya lelaki asal magelang mengalami kecelakaan di perjalanan berangkat kekampus setelah beberapa hari mudik. Kecelakaan itu menimbulkan luka di bagian lutut. meski tak cukup parah, luka itu membuatnya kesakitan saat melakukan sujud. Padahal dalam sehari semalam ada minimal 34 kali sujud dalam shalat yang harus dilakukan. Lain lagi dengan kasus yang terjadi pada saya. Diduga akibat terkena racun serangga, wajah saya mengalami luka di beberapa bagian. dilihat-lihat mirip luka cakaran kuku bayi atau kucing. Luka di wajah ini menyebabkan saya merasa perih ketika mengusap air wudhu di wajah. Dua kejadian itu simpel membuat saya berpikir, bahwa bisa beribadah tanpa kesulitan merupakanrizki yang besar dan jarang saya syukuri. Kesibukan memburu kenikmatan-kenikamatan du